29 Juli 2010

ARAB DAN PEMIKIRAN SEJARAH

Posted On 22.42 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Sosiohistoris versi Abdullah Laroui
Oleh Taufik Munir


Sekulum Sapa

Sebagaimana diketahui, bahwa semenjak Sosiologi dijadikan sebagai disiplin ilmu tersendiri dengan August Comte (lahir di Montpellier, Perancis, 19-1-1798 dan wafat di Paris, 5-9-1857) sebagai bidannya, ilmu humaniora ini menjadi trend, setelah banyak pemikir-pemikir di Barat lainnya mengikuti jejak sang bapak Sosiologi. Dengan asumsi yang mensinyalir ilmu ini, dengan segala keterbatasannya, bisa dijadikan sebagai pisau analisis terhadap pemikiran dan kondisi suatu masyarakat, tidak sedikit para pemikir Islam yang menggunakan metode ini untuk mengkaji pemikiran Islam secara lebih komprehensif.
Sebagian secara gamblang menyebut istilah Sosiologi, seperti Mahmud Ismail yang menulis buku Susiuyulujiyâl Fikrul Islamiy, ada pula yang menggunakan istilah lain, seperti ‘kesadaran sejarah’ atau ‘pemikiran sejarah’ seperti yang dipakai oleh Abdallah Al-‘Urwi (dalam bahasa Prancis al di ganti dengan La menjadi Laroui dan ini yang dipakai oleh penulis selanjutnya).
Pemikir yang tersebut terakhir ini menjadikan sejarah sebagai senjata untuk mengkaji pemikiran Islam. Hal ini karena Laroui memandang Sosiologi dan sejarah bagaikan mata rantai yang tak dapat dipisahka. Lebih dari itu, sejarah yang dimaksud Laroui tidak seperti yang dipahami oleh pemikir-pemikir lainnya.

Laroui dan Karyanya

Laroui adalah salah seorang pemikir Islam Maroko kenamaan, meskipun masih berada dalam bayang–bayang nama beken lainnya, seperti M. Abid Al-Jabiri yang berasal dari negara yang sama. Hal ini karena memang bidang garapan dia berbeda dengan nama terakhir ini. Laroi memiliki spesialisasi sejarah. Di kalangan sejarawan modern, namanya selalu diperhitungkan, menjadi dosen di Universitas Mohamad V, Kasablanka, Maroko.
Penulis belum menemukan data yang pasti kapan Laroui lahir, tapi dari beberapa karyanya yang diterbitkan sekitar tahun 1970an, seperti The History of The Maghrib: An Interpretive Essay (1977; originally published in French, 1970), La Crise des Intellectuels Arabes: Traditionalisme ou Historicisme (Paris, 1974)1 dan L'Ideologie Arabe Contemporaine (Paris, 1976),2 kita bisa mentaksir kelahirannya sekitar  tahun 1940-an, semasa dengan M. Abid Jabiri dan Arkoun.
Laroui adalah salah satu dari sekian banyak intelektual yang merasa prihatin akan multi krisis —terutama krisis pemikiran— yang menimpa dunia Arab, lebih khusus tanah kelahirannya, Maroko. Bagaimana Islam yang selalu identik dengan Arab sampai sekarang masih berkutat di tempat dan ‘betah’ menjadi subordinat orang lain (Barat), dan menjadi masyarakat nomer dua. Persoalan Palestina tidak kunjung usai, Amerika menduduki Irak, dan masih banyak lagi  problem Timur Tengah lain yang lumayan kompleks. Di manakah titik kesalahannya? Apakah di ideologi? Ataukah karena salah memandang dan menyikapi sejarah? Apakah yang dimaksud sejarah? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab oleh pemikir yang digolongkan sebagai Marxis Arab ini.2a

Arab dan Sejarah

Istilah Arab di sini lebih ditekankan pada satu rumpun yang mempunyai kesamaan bahasa dan budaya, bukan kesamaan ideologi Islam. Karenanya Persi, Turki, Pakistan dan lain sebagainya –meski termasuk dalam liga Arab, karena kesamaan ideologi Islam, tetapi mereka mempunyai masa lalu dan sudut pandang terhadap sejarah yang berbeda sama sekali dengan sudut pandang masyarakat Arab.
Sementara kata sejarah, sebagaimana yang selama ini dipahami, mengandung dua pengertian. Pengertian pertama, rentetan peristiwa dan kejadian yang terjadi di masa lampau. Pengertian kedua, cara mengungkapkan peristiwa tersebut. Dengan arti ganda ini, Laroui memandang banyak  pemikir menghadapi banyak kesulitan ketika berusaha mengupas substansi sejarah. Sebab, peristiwa itu bisa diketahui dan 'diraba’, setelah diceritakan, baik melalui lisan maupun tulisan. Dan setiap peristiwa itu bisa menjadi ‘peristiwa’, ketika dideskripsikan.
Lebih lanjut Laroui ingin memisahkan antara sejarah sebagai kajian terhadap masa lalu dengan sejarah sebagai cara pandang umum masyarakat. Sejarah sebagai ilmu dan sejarah sebagai sarana mengevaluasi masa kini dan menetapkan masa depan.4 Pembagian itu hanya bersifat abstrak (tajridi), karena ketika berhadapan dengan realita, keduanya menyatu dalam penulisan sejarah.
Adapun yang dimaksud dengan cara pandang (nadzrah) di atas, bukan filsafat sejarah seperti yang kita dapatkan dari Hegel (1770-1831). Karena filsafat sejarah bersifat individu, sementara "cara pandang" bersifat umum dan berada di bawah sadar. Dari sanalah Laroui mencoba untuk ‘membaca’ masyarakat Arab pada masa-masa keemasan dan masa kini.

I.        Sejarah dan masyarakat Arab pada masa-masa keemasan.

Disebutkan oleh Laroui bahwa penulisan sejarah Islam adalah murni kreatifitas Arab. Tidak ditemukan faktor-faktor luar, seperti Persia ataupun Yunani. Dengan kata lain, sejarah Islam tidak diadopsi dari luar. Dari sini, wajar kalau orang Arab bangga mengakui dirinya sebagai pemilik sejarah, sementara bangsa lain tidak memiliki kecuali mitos-mitos dan khurafat yang tidak mungkin dikaji kebenarannya. Tetapi faktor apa yang mendorong bangsa Arab menggarap sejarah?
Ada tiga faktor penting yang menstimulus orang Arab menyusun sejarah. Pertama: Sejarah sebagaimana Nahwu, yaitu ilmu pendukung memahami ilmu-ilmu agama. Contohnya, (a). dalam bidang ibadah, kita tahu bahwa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, tetapi secara periodik, sesuai dengan konteks budaya pada saat itu (asbabunnuzul). Banyak terjadi perubahan-perubahan hukum, dari makna umum ke makna khusus, dari hukum yang keras ke yang ringan dan lain sebagainya (nâskh wa  mansûkh). Dari sini, kita perlu membedakan mana ayat yang turun lebih dulu, dan mana yang turun kemudian.
(b). Kaitannya dengan hak individu; ketika Umar membuat list sahabat-sahabat yang berhak mendapatkan hak dari pemerintah dengan memprioritaskan yang pertama memeluk Islam dan seterusnya.
(c). Berkaitan dengan kepentingan umum; masyarakat yang mengikuti ketentuan-ketentuan Islam akan mendapatkan hak-hak yang luar biasa sesuai dengan kondisi pembebasan (fath), terutama yang berkaitan dengan kepemilikan tanah dan sistem pajak. Sementara penentuan apakah pembebasan itu menggunakan kekerasan atau tidak, mengalami kesulitan, karena berhubungan dengan kepentingan  umum, dan itu perlu kodifikasi situasi pembebasan satu persatu wilayah.
Dari ketiga contoh di atas, asbabunnuzul, mengetahui sahabat dan futûhât merupakan faktor-faktor ditulisnya sejarah, meski dalam pengertiannya yang terbatas. Dari uraian diatas, kita bisa menangkap karakteristik yang dimiliki oleh sejarah Islam, yaitu unsur teologisnya. Dan itulah yang menjadi faktor utamanya. Karena penulisan sejarah tidaklah untuk mengetahui masa lalu semata, tetapi untuk menetapkan hukum yang bersangkutan dengan kepentingan individu dan umum, maka wajar kalau banyak sejarawan di masa-masa awal sekaligus sebagai ahli Fiqh.
Stimulus kedua bagi orang Arab dalam menyusun sejarah adalah faktor politik atau kepentingan umum yang sasarannya menjaga kesatuan umat. Seperti kita ketahui, dinasti Umayyah runtuh oleh pertempuran-pertempuran akibat benturan antargolongan. Sementara dinasti Abassiyyah menganggap  konflik-konflik yang terjadi di dalamnya sebagai bentuk nasionalisme. Dan pemerintahan Abbasiyyah terutama pada masa  Al-Mutawakkil berhasil merumuskan strategi politik dalam meredakan pertikaian antar kelompok, melalui  berbagai percobaan. Yang bertikai dirangkul dan diikutkan dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah, dan di situlah sejarah ditulis.
Faktor stimulus ketiga hampir sama dengan faktor yang kedua, yaitu politik yang lebih mengkerucut pada sekat-sekat golongan dan tingkatan. Masing-masing golongan baik pada contoh faktor kedua atau ketiga menuliskan sejarahnya masing-masing.

II.     Pandangan Masyarakat Arab Klasik terhadap Sejarah.

Untuk melihat sejauh mana sejarawan Arab memandang sejarahnya, di sini akan diuraikan secara singkat metode penulisan sejarah masa klasik, dengan merujuk pada salah satu buku sejarah yang banyak dikaji, yaitu Al-Kâmil fit Târikh, karya Abu Hasan Ali Izzuddin bin Athir (l, 12 May  1160 w. 1233). Kebanyakan orang tidak membaca buku tersebut secara keseluruhan, tapi sebatas yang dibutuhkan, sehingga tidak dapat membedakan inti yang terdapat pada buku tersebut.
Dalam buku Al-Kâmil, disebutkan adanya tiga fase dalam sejarah Islam; masa kenabian, masa pra dan pasca kenabian. Yang mendapatkan sorotan tajam dari para pembaca buku ini adalah:
a, obyektifitas; diakui oleh banyak sejarawan, penulisan sejarah Arab mengandung obyektifitas yang cukup diperhatikan. Seperti yang dikemukakan Gustav Von Grunebaum bahwa para penulis sejarah Arab-Islam meski banyak yang berada di lingakaran kekuasaan, tidak meninggalkan obyektifitas dalam menulis sejarah.  Tetapi sayang sang orientalis berkebangsaan Jerman ini tidak memberikan karakteristik obyektifitas yang terdapat dalam penulisan sejarah Arab-Islam.5 Implikasinya berupa opini yang menganggap baik penulisan sejarah Islam, hingga tidak diperlukan lagi kritikan atasnya karena sudah dianggap obyektif. Padahal, obyektifitas yang terdapat di dalamnya bisa jadi karena faktor teologis (wujûbsy syahâdah), yang mengakui hikmah Tuhan di balik segala peristiwa yang terjadi, seperti yang terjadi pada penulisan sejarah Nabi. Ada keyakinan sejarawan yang menganggap segala peristiwa sudah disetting dari ‘sono’nya. Kekalahan-kekalahan yang terjadi pada masa itu bersifat sesaat, karena diyakini endingnya adalah kemenangan dan kebahagiaan.6
Kemungkinan kedua, karena tidak mendapatkan kepastian hakekat realita, karena hal itu merupakan sesuatu yang gaib. Semua peristiwa mesti dicatat karena tidak ada standar untuk memilih dan menemukan hakekat yang tersembunyi.
Terjadi  paradoks dalam pandangan sejarawan pada periode pasca Nabi. Satu sisi sejarawan melihat orang-orang yang selama ini dianggap sebagai penegak keadilan dan kebenaran, justru sering mengalami kegagalan, sementara di sisi lain, dia melihat kejayaan dan perkembangan Islam di tangan orang–orang yang sering disebut fasik. Ini terlihat pada masa Umayyah. Apakah kemenangan di dunia menunjukkan ridla dari Tuhan dan kegagalan berarti azab? Para sejarawan menjawab tidak. itu adalah peristiwa-peristiwa tidak bisa mereka nilai kecuali dengan mengembalikannya kepada Tuhan. Inilah yang mendorong mereka untuk menulis secara obyektif, apa adanya.
Jadi, dalam hal obyektifitas sejarawan Arab, terkandung dua makna yang berlainan. Pertama makna positif, ketika melihat sejarah Nabi. Karena masa ini diyakini mengandung muatan dan arti mendalam. Kedua makna negatif, ketika melihat sejarah pra nabi dan pasca nabi. Dua-duanya tidak mengandung muatan. Tapi, dua arti obyektifitas di atas sama sekalai berbeda dengan obyektifitas yang berlandaskan pada cara pandang positif akan sejarah yang dianggap punya muatan dan  menyatu dalam kehidupan nyata.
b, unsur kedua yang mendapatkan sorotan dari pembaca sejarah Islam adalah ketiadaan sensitifitas sejarawan. Dalam menulis sejarah ia hanya sekedar mencatat apa yang ia rekam tanpa ada rasa sensitifitas tertentu pada sejarah. Dari sini kita sampai pada satu kesimpualan bahwa sejarawan Arab klasik tidak melihat peristiwa/sejarah secara positif, tak melihat adanya muatan dalam sejarah. Sejarah hanya sekedar rekaman peristiwa masa lalu yang ‘mati’, tanpa peran terhadap masa depan dan tidak menyadari bahwa apa yang terjadi sekarang adalah akibat faktor-faktor sebelumnya.

III. Kondisi Sejarah pada Masa Kini.

Dalam hal ini Laroui menggunakan klasifikasi yang dilakukan oleh Zurayq, bahwa ada empat macam cara pandang sejarah pada masa kini.7 Pertama cara pandang tradisional, yaitu cara pandang yang mempertahankan metode klasik, mengembalikan semua kejadian pada otoritas Tuhan, dan tidak menunjukkan sikap kritis kepada kaum salaf, karena meyakini validitas riyawat yang berasal dari mereka. Kedua cara pandang golongan, baik dalam skala Arab atau dalam skup yang lebih kecil, regional. Kelompok yang menggunakan cara pandang ini tenggelam dengan kegemilangan masa lalu, bahkan kadang amat berlebihan dalam menonjolkan masa lalunya. Ketika ada orang lain menilai positif padanya, ia akan pegang itu kuat-kuat untuk mendapatkan pengakuan orang lain secara keseluruhan, sementara ketika orang lain —meskipun secara obyektif— menilai kurang positif, mereka akan habis-habisan melakukan ‘serangan balik’ dalam rangka mempertahankan dirinya. Mereka tidak menerima penilaian negatif dari orang lain. Manipulasi sejarah dilakukannya untuk menanamkan sikap nasionalisme atau fanatisme umat. Dan saya pikir ini tidak hanya terjadi pada bangsa Arab semata, tapi terjadi pula pada bangsa-bangsa lain, termasuk Indonesia yang menggunakan pola ini demi kepentingan-kepentingan tertentu. Pola ini tentu saja ditolak oleh Zurayq dan Laroui, juga yang lainnya, karena dapat menyesatkan umat.
Ketiga dan keempat cara pandang marxisme dan positivisme yang berkaitan dengan metodologi dan dasar-dasar epistema. Meski Zurayq menganggap pola marxisme tampak sempit atau tidak komprehensip, karena hanya mempertimbangkan faktor tunggal berupa ekonomi, tapi dia tetap menerimanya. Berbeda dengan Laroui, dia menolak perspektif ini, karena dia mengangggap kembali melihat apa yang dilakukan oleh Marx dan Engel dalam memahami peristiwa-peristiwa sejarah, malah menjauhkan diri dari faktor-faktor ekonomi.
Sementara positivisme lebih inklusif dari pada marxisme. Dia mempertimbangkan banyak faktor; faktor material, spiritual, individual, sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya. Pola inilah yang menurut Zurayq sesuai dan cocok diterapkan oleh bangsa Arab saat ini.
Kemunduran Arab, dalam pandangan Laroui, tidak hanya disebabkan oleh cara pandang yang salah terhadap sejarah, yaitu cara pandangn tradisional, tapi juga karena bangsa Arab menghadapi bangsa lain yang dalam segala hal harus diakui mempunyai banyak kelebihan, yaitu bangsa yang melihat sejarah sebagai sesuatu yang ‘hidup’. Karenanya, dia berpendapat bahwa syarat kebangkitan bangsa Arab adalah merubah cara pandang terhadap sejarah, atau minimal  mengikuti pola yang selama ini digunakan oleh bangsa-bangsa maju, yaitu pola-pola yang mempunyai karakteristik berikut:

1.      memandang positif pada peristiwa sejarah. Dengan pengertian lain, sejarah dianggap memiliki nilai dan signifikansi. Sebab, fenomena yang terjadi pada sejarah akan menetapkan fenomena yang lain. Keterkaitan itu terus berlanjut antara masa lalu dengan masa kini, dan masa kini dengan masa depan.
2.      Tanggung jawaban pelaku sejarah. Sudah semestinya pelaku sejarah bertanggung jawab dengan prilakunya, karena penilaian terhadap pelaku sejarah adalah suatu hal biasa terjadi. Pelaku sejarah masa kini, mesti siap bertanggung jawab di kemudian hari. Demikian pula pelaku sejarah di masa lalu, mesti siap dinilai secara objektif, dan harus bertanggung jawab.
3.      Perubahan sejarah yang terus menerus. Bahwa sejarah itu bukan suatu kesatuan yang utuh dan tertutup, melainkan selalu berkembang terus menerus.

Krisis intelektual

Sebagai orang yang selalu bergulat dalam dunia intelektual, Laroui melihat bahwa ada sesuatu yang salah pada diri intelektual kita. Ada dua karakteristik yang menonjol pada diri kaum cendekiawan dewasa ini. Pertama kelompok yang masih menggunakan pola pikir tradisional (taqlîdiy). Kelompok ini melihat tradisi secara ahistoris (lâ târikhî), sehingga mereka tetap berkutat dengan tradisi bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang sakral dan relevan bagi seluruh ruang dan waktu. Pandangan semacam ini merupakan kesalahan yang fatal. Bagaimana mereka dapat merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi di dunia yang semakin mengglobal ini, apalagi untuk membuat aliran dan sistem baru sebagai alternatif jika mereka tidak memahaminya sama sekali? Menurut Laroui, tradisi harus dianggap sebagai satu bentuk tradisionalisme yang harus dilampaui. Masyarakat Arab tidak akan berubah selama golongan penguasa dan intelektualnya belum mengubah cara pandang mereka terhadap tradisi. Mereka tidak akan maju selama cara berpikir dan orientasi mereka ke masa lalu.
Kelompok kedua adalah kelompok modernis yang menggunakan pendekatan eklektis (intiqâi), memilah-milah elemen-elemen dan unsur tertentu dari budaya orang lain (Barat). Sikap seperti ini tidak akan memperbaiki kondisi bangsa Arab, malah akan menjadikan bangsa itu terus ‘membebek’ dan bergantung kepada Barat, karena dari karakteristik eklektis ini pengaruh-pengaruh dari luar akan mendapatkan kesempat masuk yang luar biasa ke dalam realitas kita.
Pendekatan dengan menggunakan dua teori di atas (tradisional dan modernitas) tidaklah menyelesaikan masalah, kritik Laroui. Mereka tidak mengerti kondisi sosial bangsa Arab, sehingga mereka hidup terpisah dari lingkungan dan masyarakat. Satu ekstrim ingin menjadikan masa lalu sebagai model kemajuan, sementara ekstrim lainnya ingin menjadikan orang lain (Barat) sebagai model yang lain. Kedua-duanya sama-sama tidak kreatif karena mentransfer pengetahuan dari yang lain, baik tradisi masa lalu ataupun orang lain.
Persoalan tersebut, menurut Laroui, hanya dapat diatasi dengan memperkaya diri, berpikir kritis dan historis. Ia melihat metode berpikir historis (historisme) hanya dapat dijumpai pada Marxisme dengan teori dialektika historisnya. Dan ini tidak begitu jauh dengan yang dikampanyekan Mahmud Ismail dengan materialisme-historisnya. Karena itu, mempelajari Marxisme demi mencapai level berpikir kritis dan historis perlu mendapatkan tempat.8 Bukan hanya itu, Marxisme telah dengan rapi menghubungkan masalah-masalah tersebut dengan persoalan ekonomi, sosial dan politik. Ini sangat cocok dan sejalan dengan dunia Arab kontemporer.
Kritik serupa dalam kaitan dengan tradisi dan modernitas dilontarkan pula oleh M. Abid Al-Jabiri. Tokoh ini pun menekankan pentingnya pendekatan historis. Menurutnya, pemikiran yang menyatakan kebangkitan Arab muncul dengan kembali ke masa lalu adalah pemikiran konyol, sebagaimana konyol pula pemikiran yang menyeru meninggalkan tradisi secara total untuk kebangkitan Islam. Dia mengusulkan menjadikan tradisi sebagai titik tolak untuk didekonstruks dan direkonstruksidan dengan tujuan untuk melampauinya.9

Penutup

Dalam beberapa hal Laroui sama dengan para reformer lain, yang memiliki concern tinggi terhadap kebangkitan umat Islam. Tokoh-tokoh seperti Hassan Hanafi, Arkoun, Abid Jabiri, Thayyib Tizini, Mahmud Ismail dan lain-lain melakukan kritik yang serupa dengan yang dilakukan Laroui. Hanya pendekatan dan stressingnya saja yang berbeda. Karakteristik Laroui adalah selalu menggunakan sejarah sebagai pisau analisis dan selalu menyeru pada perubahan paradigma pembacaan sejarah untuk keluar dari krisis pemikiran. Meskipun pemikirannya tak begitu ‘laku’ di kalangan reformer Arab, tetapi paling tidak ia telah banyak memberikan kontribusi dalam kancah intelektual dengan spesialisasinya sebagai sejarawan.


1 Buku ini versi bahasa Arabnya adalah Al-'Arab wal Fikrut Târîkhiy. Beirut, 1973
2 dia pun menulis versi Arab dengan judul Al-Idiyûlûjiyatul ‘Arabiyatul Mu'âshirah. Beirut, 1983.
3 Hassan Hanafi dalam bukunya Islam in The Modern World, menggolongkan Laroui sebagai Marxis Arab. Karena Laroui sering menggunakan teori dialektika–matrealis-historis dalam menjawab krisis pemikiran. (lih., Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, h. 537).
4 Abdullah Laroui, Al-‘Arab wal Fikrut Târikh, Beirut: Markaz Ats-Tsaqâfiy Al-‘Arabi, cet.IV, 1998, h. 77- 80.
5 sering sekali Laroui mengecam para orientalis yang tampak memberikan apresiasi yang berlebihan kepada kelompok Salafiyyah. Seperti yang ia lakukan pada Hamilton Gibb and Cantwell Smith yang dianggap tidak fair ketika mensikapi tokoh pembaharu Islam, Muhammad Abduh dan Iqbal. Lihat makalahnya, Western Orientalism and Liberal Islam (Lecture Delivered at the Middle East Studies Association Annual Meeting in Providence, RI) sumber; Middle East Studies Association Bulletin, Vol 31, No. 1, July 1997
6 Al-‘Arab wal Fikrut Târikh, Op.Cit, h. 86.
7 Ibid., h. 88-89.
8 Ibid., h.147-153.
9 M. Abid Al-Jabiri, Isykâliyyatul Fikril ‘Arabil Mu’âshir, Beirut: Markaz Ats-Tsaqâfiy Al-‘Arabi, cet.IV, 2000, h. 62.


15 Juli 2010

Menyatukan Hati

Posted On 10.11 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

MANAKALA manusia berbuat sesuatu untuk keuntungan material semata, tanpa disadari sesungguhnya ia telah menciptakan penjara untuk dirinya sendiri, mengisolir diri tanpa dapat disentuh. Pada akhirnya nanti ia akan menyadari bahwa uang perak ataupun uang emas hanyalah sebuah tanah. Kendatipun manusia tercipta dari tanah, namun tanah pun hidup untuk hidup manusia. Kebesaran dan makna hidup manusia tidak mungkin terus menerus tersembunyi dibalik kekayaan materi. Betapa banyak manusia yang "super kaya" bak Qarun, dan betapa sedikit manusia sejelata Abu Bakar Shiddiq. Qarun terus saja menimbun emas, permata, bahkan dosa-dosanya, sampai akhirnya kerak bumi menenggelamkannya hidup-hidup bersama seluruh kekayaannya.

Lain Qarun, lain pula sayyidina Abu Bakar. Ketika beliau hendak berhijrah, ia ditanya Rasulullah saw, gerangan apa yang ia tinggalkan untuk anak-anaknya? Ia menjawab: "untuk mereka, aku tinggalkan Allah dan Rasul-Nya."

Memang, harta mampu membeli loyalitas namun tak mampu membeli pertemanan. Benar memang bahwa harta mampu membeli kepatuhan, tapi ia gagal membeli cinta. Harta juga bisa memotivasi orang untuk berderma, namun tak akan mampu membeli keikhlasan. Begitulah.

Memang, harta menjadi media paling cepat untuk beroleh prestise dan pemenuhan kehendak. Kadang banyak orang berfikir bahwa orang-orang kaya terlahir karena mereka memiliki talensi dan kemampuan otak berlebih dibanding orang lain. Dulu, pernah Abu Thabib Al Mutanabbi menjawab asumsi-asumsi seperti ini. Ia katakan, tak pernah ada hubungan yang intim antara kecerdasan dan kekayaan. Buktinya, binatang juga diberikan banyak rezeki kendatipun 'otaknya' begitu adanya.

Terkadang saya berfikir, jutaan umat manusia di kolong langit ini seluruhnya ingin membeli AIR MATA CINTA, namun mereka sulit mendapatkannya. Ada apa gerangan?

Al-Quran telah menyingggung bahwa itu akibat lemahnya kemampuan manusia untuk mewujudkan cinta atau menyatukan hati. Makanya, ketika berbicara tentang mukjizat iman, Allah swt berfirman:

dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allahlah yang telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana.
(QS. Al-Anfal: 62-63).

Dengan ayat ini, harta dan kekayaan diletakkan di tempat asalnya berpondasikan iman. Jadi, imanlah terlebih dahulu terpajang. Dan, diantara daftar terakhir terpampang pula tanah, pada tempatnya.

Taufik Munir
www.religiusta.multiply.com
www.zonastudi.co.cc



14 Juli 2010

Makhluk Ber-IQ Rendah (Sebuah Refleksi Diri)

Posted On 15.05 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

by: Religiusta *)

Si monumentum requiris, circum spice!
Bagi saya yang yakin dengan kedahsyatan IQ rendah yang diberikan Allah swt kepada saya untuk memahami al-Islam sebagai dien, huda dan rahmat, alhamdulillah saya dapat merasakan keagungan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw sebagai penyejuk hati dan pencerah bathin sekaligus penawar hati dan emosi. Dengan kata lain, IQ-rendah yang saya miliki bagi saya memiliki kedudukan yang sangat vital. Saya tidak akan menafikan ni'mat Allah yang 'sangat besar' ini. Beberapa hari yang lalu saya mendengar berita yang membuat saya sedih hingga kini: seorang bapak terisak-isak di depan pewawancara liputan6 SCTV. Sang suami itu ngilu karena hingga kini isterinya yang baru saja melahirkan anak kedua didera kelumpuhan otak. Dia tak bisa lagi bersenda gurau dengan suami, merawat buah hati tercintanya, bahkan untuk mengganti popok dirinya sendiri ia sudah tak mampu. Sang isteri hanya bisa meraung-raung bagai harimau, atau "bahkan lebih rendah dari binatang" kata sang narator Liputan6. 


Jika anda ingin bersyukur dengan anugerah otak yang diberikan Allah, lihat hikmah dibalik peristiwa yang masih aktual hingga kini. Silakan cek sekarang di liputan6.com. Barangkali sumbangsih cerita tersebut dapat menggugah emosi dan spiritual kita, bahwa ada "sesuatu" di balik keperkasaan yang kita banggakan sekarang ini.  

Teman-teman, sungguh, dengan perasaan yang tulus ikhlas, saya sangat mensyukuri IQ rendah yang saya miliki sekarang. Alhamdulillah, dengan akal yang pas-pasan ini pula saya bisa memberikan klarifikasi di pagi yang indah ini (di sini pukul 7:15 pagi, atau jam 11:15 pagi waktu Jakarta).
Sang perawat dan dokter serta ahli medis yang sengaja didatangkan dari luar kota itu tak mampu "memperbaiki" kerusakan memori di otak sang pasien. Bagi sang suami, ini adalah kelam; kegelapan membumbung dalam kekelaman hatinya. Hanya nestapa, dan tak mampu berbuat apa-apa. Kalaupun ia sanggup untuk mendatangkan spesialis otak dari Jerman yang kesohor itu, apakah ia yakin kebahagiaan kedua sejoli itu dapat dikembalikan? Ingat, si cantik yang manja itu kini "lebih rendah dari binatang".

Sementara saya, anda, atau manusia di belahan dunia mana saja yang tidak mampu menciptakan seekor 'coro'-pun(!), sudah berani mencerca makhluk ciptaan Allah yang bernama otak atau Intelegensia Quotient yang tak terperikan harganya itu.

Firaun juga cerdas, ber-IQ tinggi, dan piawai menghimpun massa. Si Faraoh (alias Firaun) itu lantas berubah polah menjadi diktator, super-otoriter, megalomania, arogan, egois bahkan mengaku digdaya hingga ditenggelam-kan Tuhan di Terusan Suez, hanya dalam sekejap mata!
Kini, keluarga Ramsis II itu terbaring kaku di museum dengan tulang berbalutkan kulit doang. Maha benar Allah, manusia model gini musti diabadikan, biar menjadi pelajaran bagi generasi sekarang dan masa datang. (Lihat: QS. Yunus:92).

Karena itu, mari kita sama-sama renungkan pepatah di atas, if you seek a monument, look about you!

 "Hai orang yang beriman! Jauhilah terlalu banyak sangka menyangka. Sungguh, sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah saling memata-matai, dan janganlah saling memfitnah…."

- Q.S. 49 Al Hujurat (Bilik-bilik) Ayat 12 -



Untuk Anda yang ber-IQ atau ber-emosi tinggi

Alhamdulillah sekarang saya menyadari bahwa IQ saya rendah, bahkan ketika kedua orang tua dan semua dokter tak pernah tahu menahu tentang hal ini. Ketika saya sholat lima waktu, tahajjud atau istikharah, Tuhan pun tak pernah menunjukkan perkara penting ini. Namun rupanya ada seorang sahabat yang sekali-kali 'bertemu' sejam-dua jam di room ISDN, mampu mendeteksi kekurangan saya. Sungguh ajaib, melebihi buraq yang terbang bersama Muhammad di langit semesta, membantu 'sang tuan' menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia tentang tamsil-tamsil neraka-sorga! 

Sungguh, saya baru tahu sekarang.

Kendati begitu: saya tetap bersyukur, karena IQ juga bukan segala-galanya. Tuhan masih memberi peluang lain kepada saya agar tidak hanya 'berfikir'. Sebab, jika itu yang anda perhitungkan, maka tunggulah nanti saat kecerdasan emosi anda menurun. Apakah anda berfikir bahwa setiap kali skor kecerdasan otak naik, maka kecerdasan emosi juga naik? Apakah ada SATU penelitian (saja) yang bisa meyakinkan saya bahwa tiap kali kecerdasan otak anda di atas rata-rata, maka kecerdasan spiritual anda juga mencapai puncak?

Mohon maaf, karena saya ber-IQ rendah tentu saya tak bisa menjawab pertanyaan di atas, apalagi menjamin kebenaran asumsi saya ini. Karenanya, silakan bagi anda yang ber-IQ tinggi untuk membaca satu halaman saja dari karangannya 'akang' Daniel Goleman, dalam Working with Emotional Intelligence. Buku yang diterbitkan Bantam Books (New York) itu sempat 'in' di tahun 1999.

Kata 'mas' Daniel itu, tahun 1918 di Amerika Serikat diadakan suatu survery besar-besaran tentang IQ. Kesimpulannya sungguh mengenaskan: sementara skor IQ seseorang tinggi, kecerdasan emosi mereka justeru cenderung turun. Sebuah paradoks yang sangat membahayakan, sekaligus juga mengkhawatirkan. Kalau mau dipukul rata-rata, orang-orang sekarang tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan lebih sulit diatur, lebih gugup, cemas, impulsif dan agresif. (Hal. 13).

Lalu apa hubungannya?
Maksud saya begini: manakah yang lebih penting, IQ (kecerdasan akal), EQ (kecerdasan emosi) atau SQ (kecerdasan spiritual)?

Menurut saya yang ber-IQ rendah, semua penting. Tentu saja tidak bagi anda yang ber-IQ tinggi. Anda atau Robbert K. Cooper, Ph.D. mungkin punya pendapat yang sama bahwa "kecerdasan emosi dan spiritual jauh lebih penting!" Mengapa? Karena "hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak atau pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayan".

Kalau memang kecerdasan emosi dan spiritual itu tidak lebih penting dari IQ, mengapa musti ada syahadat yang menjadi pusat mission statement, membulatkan tekad, membangun visi, menciptakan wawasan, men-transformasi visi, serta komitmen total? Jika IQ lebih penting dari segalanya mengapa kita musti sholat yang mensimulasi kita untuk tetap enjoy (relaksasi), membangun pengalaman positif, serta mampu mengasah semua prinsip kehidupan kita? Jika memang IQ itu "segalanya" (menurut anda), toh mengapa Tuhan masih saja mencekoki kita dengan kewajiban puasa sebagai kendali diri nafsu hewaniah? Lantas mengapa puasa menjadi sumber peningkatan kecakapan EMOSI secara fisiologis? Mengapa tidak dengan metode lain saja? Mengapa harus ada zakat yang --kata amir pengajian saya--dapat membangun landasan koperatif dan mampu menginvestasi kepercayaan, komitmen, kredibilitas, keterbukaan, empati dan kompromi? Setelah keempat itu usai kita lakukan, mengapa harus pula ada kewajiban menunaikan ibadah haji sebagai total action kemusliman kita?

Dengan kata lain, mampukah IQ yang tinggi itu dapat mengatasi segala ketimpangan sosial tanpa ada EMOSI empati dan kompromi dengan semangat kooperatif untuk membagi anugerah limpahan karunia harta kepada orang lain? Saya hanya bertanya satu hal ini saja, plus pertanyaan di atas. Mampukah?
Marilah kita merenung sejenak, lantas bermuhasabah diri: betapa kita tak mampu berbuat apa-apa jika dihadapkan dengan ketetapan Sang Pencipta: itulah kewajiban yang musti kita lakoni, demi emosi dan spiritualitas kita. BUKAN OTAK!

Saya yang ber-IQ rendah, tidak bergelar ustadz atau kiyai, menjadi malu seandainya tulisan ini dibaca oleh orang-orang cendikia, apalagi oleh seorang amir yang tingkat kecerdasan spiritualnya tinggi, penuh tawadhu dan lapang dada. Sebab, meminjam istilah Robert Stenberg, "bila IQ yang berkuasa, ini karena kita membiarkannya berbuat demikian. Dan bila kita membiarkannya berkuasa, kita telah memilih penguasa yang buruk".

Hanya kepada Allah swt pemilik IQ, Emosi dan Spiritual manusia serta penggenggam alam semesta, saya yang dhaif ini berserah diri.

Kebanyakan mereka hanya mengikuti dugaan semata. Sungguh, dugaan tiada berguna sedikitpun melawan kebenaran. Sungguh, Allah Mengetahui segala yang mereka lakukan.

- Q.S. 10 Surah Yunus (Nabi Yunus) Ayat 36 -


*)  Religiusta atau Taufik Munir, Nick yang biasa anda temukan bersama: danyon007 [Komandan Batallion], aa_funky [GUNDALA putra-petir], ahmad_markonah, siti_marzuki, religiusta, banpol [Bantuan_Polisi], dan Tenth_District. Beberapa waktu lalu account "religiusta" tak bisa dibuka, sebagai penggantinya menggunakan "relligiousta". E-mail: religiusta@softhome.net atau religiusta@yahoo.com, phone: +622197477764.


12 Juli 2010

HADIS-HADIS LEMAH DAN PALSU

Posted On 21.48 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

1. Hadis "Lima perkara yang membatalkan puasa dan wudhu: berdusta, mengadu-domba, menggunjing orang, melihat dengan birahi, dan sumpah palsu".
Hadis Kazib/bohong (sumber: Al-'Ilal 354/1. Al-fawa'id al-Majmu'ah, hal. 94).

2. "Allahumma laka shumtu, wa 'ala rizqika afthortu (Ya Allah untukmu aku berpuasa, dan atas rizkimu kami berbuka".
Hadis Dhoif.  (Sumber: Al-Talkhis al-Khabir 202/2).

3. Hadis: "Awal bulan puasa adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhir ramadhan pembebasan dari api neraka".
Hadis Dhoif (Sumber: Mizan al-I'tidal 369/2, Al-silsilah al-dhaifah nomor 1569).

4. "Kalau para hamba-Ku  mengetahui apa yang terdapat di bulan Ramadhan, niscaya semua hamba-Ku berharap satu tahun seluruhnya ramadhan".
Hadis Maudhu (Sumber: Al-Fawaid al-Majmu'ah, hal.88).

5. "Tiap segala sesuatu ada zakatnya, dan zakat jasad adalah puasa". "Puasa adalah setengah daripada sabar".
Hadis Dhaif. (Sumber: misbah al-zujajah, nomor 633).

6. "Berpuasalah, niscaya kau akan sehat". Maudhu (Sumber: al-Fawaid al-Majmu'ah, hal. 90).

7. "Jangan katakan ramadhan, karena sesungguhnya ramadhan adalah salah satu dari asma Allah, tapi katakanlah Bulan Ramadhan".
Bukan Hadis Shahih (Sumber: Tanzih al-Syari'ah 153/2).

8. Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sholat pada bulan suci Ramadhan 20 rakaat, dan satu witir".
Dhoif (Sumber: Fathul Bari 299/4).

9. "Barang siapa berbuka (tidak puasa) satu hari di bulan Ramadhan di al-hadhr, maka hadiahkan satu onta betina. Kalau tidak ada maka hendaknya ia memberi makan 30 sha' kurma kepada orang-orang miskin".
Hadis Bathil (Sumber: Mizan al-I'tidal 160/2).

10. "Barangsiapa berbuka satu hari tanpa rukhsoh tidak pula karena uzur, maka wajib baginya berpuasa tigapuluh hari. Barangsiapa yang berbuka dua hari, maka wajib baginya maka wajib baginya (berpuasa) 60 hari. Dan barangsiapa berbuka tiga hari, maka wajib baginya (berpuasa) 90 hari".
Hadis ini tidak ada asalnya (Sumber: Tanzih al-Syariah 148/2).

11. "Barangsiapa tidak berpuasa selama sehari tanpa sebab atau penyakit, maka ia tidak terhitung puasa setahun meskipun ia melakukannya" Hadis Dhoif (Fathul Bari 191/4).

12. "Bulan Ramadhan tergantung antara langit dan bumi, dan tidak diangkat kepada Allah kecuali dengan zakat fitri", Hadis Dhaif
(Sumber: Faidh Al-Qadir 166/4).

13. "Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan ummatku".
Hadis Kizb/Dusta (Sumber: Al-Mannar al-Munif 168, dan Al-Fawaid al-Majmu'ah hal. 100).

14. "Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan yang lain seperti keutamaan al-Quran atas kalam (ucapan) yang lain. Keutamaan bulan Sya'ban atas bulan-bulan yang lain laksana keutamaanku atas para Nabi. Dan keutamaan bulan Ramadhan bagaikan keutamaan Allah atas seluruh hamba-hamba-Nya",
Hadis Maudhu/Palsu (sumber: Al-Asrar al-Marfu'ah no. 642).

15. "Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan"
Hadis Dhaif (sumber: Al-Azkar Nawawi, hal. 274).

16. "Barangsiapa sholat fardhu maka doanya mustajab, dan barangsiapa menamatkan al-Quran maka doanya mustajab"
Hadis Dhaif (sumber: Majma' Al-Zawaid 172/7).

17. "Apabila seorang hamba menamatkan al-Quran maka 60.000 malaikat akan turut mendoakannya"
Hadis Maudhu/Palsu (sumber: Al-Fawaid al-Majmu'ah hal. 310).

18. "Barangsiapa menghidupkan empat malam maka wajib baginya Surga: (yaitu) malam Tarwiyah, malam Arafah, malam iedul Qurban dan malam iedul Fitri"
Tidak Benar (Faidh Al-Qadir 39/6).

19. "Barangsiapa menghidupkan malam Fitri dan malam Qurban maka tidak mati hatinya di hari matinya semua hati [hari Kiamat]"
Hadis Maudhu (sumber: Faidh Al-Qadir 39/6).

20. "Sebagian sunnah Nabi ialah 12 rakaat setelah ied Fitri dan enam rakaat setelah Ied Adha".
Hadis ini tidak ada asalnya (Al-Fawaid Al-Majmu'ah, hal. 52).


BUNGA

Posted On 21.36 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

izinkan kucinta bunga yang mewarna di taman sukma
kembang berkembang bunga yang tak mengembang
di taman hati yang tak pernah mati

aku ada diantara dua hati
antara hidup dan mati
tapi aku selalu mencari hidup
walau masih tetap redup

dimana cinta yang benama cinta
kukenali bunganya agar tetap menganga.
di sanubari hati yang ingin mati

cintailah bunga-bunga yang mekar di taman
di trotoar jalanan
yang layu atau tapi tidak melaju.

cintailah bunga-bunga yang berkembang dan berkembang
banyak bunga yang berkembang
sewarna merah darah, sekuning layu kemuning.
banyak bunga yang tak berkembang


10 Juli 2010

Tangis Pipiet Senja

Posted On 00.17 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Aku harus bersikap demikian. Sebab terlalu riskan, terlalu menghebohkan, dan malah hanya akan menyusahkan semuanya saja bila melibatkan keluargaku. Butet akan menangis dan takkan mau beranjak dari sisiku, berarti dia tak bisa sekolah, ikut nelangsa. Haekal juga akan meninggalkan kuliahnya, pekerjaannya, dan mungkin terpaksa mengabaikan istrinya. Hanya untuk mengurusku?
Suatu kali pernah kejadian seperti begini. Haekal malah melibatkan istrinya, Seli dan orang tuanya. Seli dan ayahnya sibuk membawakan segala keperluan opname, malam-malam datang ke UGD. Sudah menyita perhatian, tenaga dan pikiran, mereka pun menawarkan sejumlah uang untuk membantuku.

Aduuuh, aku jadi sangat malu diri!
Tidak, biarlah begini saja, kesahku menelan segala pilu di hati. Tapi manakala kepiluan itu sudah mencapai ubun-ubun, hingga aku takut menjadi munafik dan menyumpah-serapahi segalanya yang kurasai sebagai beban deritaku… Kliik!

“Mbak Retno, mohon doanya, doanya, doanya,” erangku melalui es-em-es kepada murobiyahku tersayang.

Ya Robb, betapa hamba begini daif!

Dalam sekejap balasan es-em-es bernada menyemangati, doa-doa dari saudari-saudariku di liqoh pun berhamburan masuk melalui ponselku. Mbak Retno memberikan satu-dua ayat penyemangat, mengingatkan kita tentang kesabaran, ketawakalan dan istiqomah. Mbak Ifat menawarkan bantuan. Mbak Dewi, Mbak Sari, Mbak Melia, Mbak… semuanya saja, oh, mereka sama mendoakanku!

Bahkan Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia tiap beberapa jam menanyai kondisiku. Sesungguhnya mereka menanyai keberadaanku, tetapi aku tidak mengungkapkannya. Yang kuminta hanyalah doa, doa, doa… dan doa!

Sepanjang malam itu aku memang merasa ditemani, diberi semangat dari berbagai pelosok dunia. Satu es-em-es yang kulayangkan kepada satu orang, begitu cepat menyebar… Keajaiban era globalisasi!

“Titaq nangis membayangkan mbakku sayang terbaring sendirian. Duh, kalau saja mampu, Taq pasti terbang menemani Teteh,” Muttaqwiati, penulis produktif dari Brebes, dan salah satu daiyah yang sering kujadikan tumpahan curhatku.

“Kami doakan Teteh senantiasa tabah, diberi kekuatan oleh Allah Swt,” Mukhlis Rais, Taufik Munir dan Saiful Bahri dari Kairo.

“Teteh lagi ditransfusi sendirian, ya? Saya hanya bisa melayangkan doa, ya Teteh sayang,” Yudith Fabiola di Singapura.
“Kami percaya, Teteh akan sanggup bangkit, sebab Teteh seorang yang tegar!” Nindya di Negeri Sakura.
“Tabah dan tawakal, ya teteh sayang,” Yayuk, Novianti dan Sisca dari Bengkulu.
Aku tahu, mata hatiku masih bisa menatap warna pelangi, langit jingga yang meliputi batinku, jiwaku… Menerobos kungkungan ruang serba steril ini!

Kekuatan itu, di sana, berhasil kugapai kembali!
Alhamdulillah, terima kasih, ya Robb…
Ternyata begitu banyak orang yang memperhatikan, menyayangi dan mendoakan diri yang lemah ini. Aku tak pernah sendiri!

Saat-saat itulah aku punya kesempatan untuk merehatkan tubuh, sementara darah menetes melalui selang transfusi. Aku berusaha untuk tidak memikirkan apapun lagi selain diriku sendiri. Doa, zikrullah, hanya itu yang bisa membuatku kembali bangkit dan bersemangat.

Dan memang inilah hak itu!
Tubuh ini, badan ini… dia pun punya hak. Semua bisa menuntut haknya, tetapi kita memang harus memilah-milah mana yang harus diprioritaskan, ditunda atau bahkan ditolak.

Ketika keesokan paginya slang transfusi telah dilepas, dokter memperbolehkanku pulang, aku tidak langsung mencari kendaraan. Mampir di mushola rumah sakit, tak jauh dari kamar jenazah. Kudirikan sholat dhuha, dan lama aku tepekur di ruang yang hening itu.

Ada suatu rasa, suatu kepasrahan yang berbanding lurus dengan semangat baru, ghirah dan tekad baru. Namun, kutahu itu berbaur pula dengan demam, meriang yang meruyak sebagai reaksi darah asing bergolak dalam tubuhku. Tidak, aku tak boleh membiarkannya melemahkan diriku kembali!

Ponselku berbunyi, kulirik nomernya dari Butet.
“Mamaaa…! Masih di Cimahi, ya?” serunya terdengar riang.
“Butet lagi di mana?”
“Di sekolah atuh… Mama kapan pulangnya?”
“Eeee… ini juga mo pulang kok.”
“Emang ada apa sih mendadak ke Cimahi? Oma sakit, ya?”
“Eee…, nggak, Oma sehat-sehat saja. Sudah, ya, Mama mo pulang nih! Butet minta dibeliin apa?”
“Gak usah deh, Mama pulang selamat aja… Mmmuuah!”

Aku tercenung. Orang di rumah mengiraku pergi ke Cimahi. Masih mujur, tak ada yang menelepon langsung ke Cimahi.

Maafkan Mama sudah dusta, Butet. Mama tak mau kalian heboh gara-gara penyakit Mama.
Penyakit abadi yang Tuhan berikan ini, thallassaemia ini…
Ternyata telah begitu banyak melimpahiku warna pelangi, langit jingga di hatiku. Kepenulisan, profesi, saudara-saudara, teman, karya, kreativitas, kebahagiaan, kepedihan, perjuangan, dukacita dan… banyak hal!

Aku selalu berharap penyakitku takkan dijadikan alasan suamiku untuk berpoligami. Aku telah mempersembahkan dua orang anak yang sehat, enerjik, kreatif dan pintar-pintar.

Dan aku telah membuktikan kepada dunia; seandainya tidak thallassaemia kemungkinan sekali aku malah takkan pernah menjadi seorang penulis!

Menulis ternyata juga merupakan terapi yang sangat, sangat… pas!
Inilah hidupku yang dianugerahkan Tuhan kepadaku. Kusebut ini sebagai lautan pelangiku, langit jingga, meskipun itu hanya dalam hatiku. Aku masih ingin menulis, menulis, menulis hingga ajal menjemputku suatu hari nanti…

Sumber: http://pipietsenja.multiply.com/journal?&=&page_start=200


07 Juli 2010

Dari Isra Sosial hingga Mi'raj Spiritual

Posted On 01.34 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

DI PENGHUJUNG tahun keempat kerasulan Muhammad SAW, jumlah umat Islam sedikit demi sedikit mulai bertambah, sementara eskalasi kebencian kaum musyrikin Mekkah semakin menjadi-jadi. Masing-masing kelompok bersikeras dengan sikapnya. Kepongahan kaum musyrikin sudah melampaui ambang batas, mereka menyiksa tokoh-tokoh Islam yang memiliki kedudukan penting. Seorang bapak menyiksa anak, ibu memusuhi putera sendiri, para “tuan” menyiksa budaknya. Bahkan mereka tak segan-segan menyiksa Rasul yang mulia. Rupanya kaum pendurhaka itu tahu bahwa melukai Rasulullah taruhannya sangat besar. Tak ayal, akhirnya para sahabat yang menjadi taruhan: mereka disiksa siang-malam tiada henti. Paman Nabi, Abu Thalib, ---yang mempunyai kedudukan terhormat di suku Quraisy saat itu-- berusaha melerai.

Penyiksaan itu terus berlanjut. Di awal tahun kelima kenabian, penyiksaan mencapai klimaksnya. Tak tahan menderita siksa dan ancaman, sebagian sahabat meminta izin kepada Rasulullah untuk pergi ke luar Mekkah. Wahyu segera turun, menyebutkan bahwa bumi masih terhampar luas untuk disinggahi. Firman Tuhan itu bahkan menyuruh mereka bersabar atas segala cobaan hidup: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. Bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". (QS Azzumar: 10).



Rasulullah merenung sejenak. Tampaknya Rasulullah saw sadar bahwa kerajaan Habasyah saat itu tidak diganggu tangan-tangan jahil. Maka Rasulullah saw mengarahkan sahabat yang hendak hijrah untuk pergi ke Etiophia. Saat itu jumlah mereka yang hijrah hanya enam belas orang, dua belas laki-laki dan empat orang perempuan yang dikomandani langsung oleh Utsman bin Affan ra dan isterinya, Raqiyyah binti Rasulullah saw. "Mereka (Ustman dan Raqiyah) adalah 'rumah' pertama hijrah fii sabilillah, setelah Ibrahim dan Luth alaihimassalam", kata Rasulullah. (Zaadul Ma'ad: 1/24).


Yang menarik, para pentolan yang memiliki semangat hijrah pada saat itu ternyata orang-orang yang memiliki power secara politis di masyarakat. Bisa dilihat misalnya hampir seluruh kaum imigran itu adalah dari suku Quraisy, selain Abdullah Ibnu Mas'ud ra. Kita bisa merenungkan apa faktor yang menjadi penyebab mereka terdorong berhijrah sebelum para sahabat lain melakukan hal yang sama?
Wallahu a'lam. Namun yang pasti para sahabat ketika itu mempunyai obsesi yang sama, yaitu menutupi semua kekurangan yang dapat mencederai kesempurnaan "tour" yang penuh berkah tersebut. Seandainya para pelaku hijrah (kaum muhajirin) itu dipilih hanya orang yang berdaya lemah dalam konsolidasi, sosialisasi dan beradaptasi dengan keturunan Quraisy, sedangkan pihak lawan ---kaum musyrikin Mekkah--- lebih unggul dari mereka, sesuatu yang mengerikan pasti terjadi: mereka akan digempur habis-habisan oleh kaum Musyrikin di tengah perjalanan ke Etiophia. Bayangkan, tidak ada seorang anggota keluargapun yang mencegah nabi dan sahabat hengkang dari tanah yang dicintainya menuju suatu jarak yang sangat jauh, tak ada ikatan emosional apapun yang merajut simpul-simpul ukhuwah mereka untuk menjadi tameng atas darah saudaranya sendiri.


Tapi itu tidak terjadi, dan orang-orang pilihan Rasulullah saja yang akhirnya berimigrasi ke Ethiopia.
Panglima muhajirin adalah tulang punggung kontruksi sosial kaum Quraisy. Karena itu, kaum musyrikin itu tak mungkin sanggup memerangi mereka sebelum para sahabat menginjakkan kaki di Ethiopia. Di sinilah mukjizat itu terjadi: para sahabat memilih Rajab -bulan yang diagungkan kaum musyrikin untuk berperang menghadapi kaum Muslimin- demi kenyamanan perjalanan hijrah itu sendiri. Karenanya tidak ada perang meletus, tak ada darah yang dihalalkan pada bulan tersebut.
Mereka mengorbankan kenikmatan dunia dan sesuap nasi karena keimanan di dasar kalbu meluapkan hati menjadi cahaya yang memancar penuh benderang, mengusap kalbu hingga mensucikan dari segala aspek kebendaan duniawi sebagai manifestasi cinta dan wujud pengagungan terhadap-Nya. Tak ada rasa takut, kecewa, gundah atau gulana selain mengikuti garis-garis ridha dan menjauhi kemurkaan-Nya.


Demikian itu adalah sunnatullah yang tak bisa ditawar-tawar atau ditukar dengan apapun. Allah mengingatkan tentang sesuatu kaum yang akan memporandakan pondasi iman kaum Muslimin, namun pertolongan Allah tak akan pernah menyalahi kontinyuitas keimanan kaum Muslimin. Allah swt berfirman:
Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami, atau kamu kembali kepada agama kami".
Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: "Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu, dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu orang-orang yang takut kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku"
. (QS. Ibrahim:13-14).



Dengan ketundukan mutlak, para sahabat ra. 'merespon' perintah Allah swt dan rasul-Nya, tidak mengenal kata menyerah untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, sekalipun kondisi sangat tidak memungkinkan. Jika mereka sekarang berada di saat seperti sekarang ini, dimana umat manusia nyaris kehilangan suri tauladan para pembesar, merekalah sebenarnya yang layak menjadi pemimpin atau mungkin mahaguru kemanusiaan di dunia saat ini.
Pada bulan ini ---pada tahun kesepuluh kenabian---, terjadi peristiwa besar perjalanan Isra Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, serta Mi'raj ke langit ketujuh dalam cahaya Qudus. Dalam “Hayatu Muhammad”, Muhammad Husein Haekal menukil karya Dermenghem ketika ia merekam peristiwa agung tersebut dengan kalimat-kalimatnya yang indah:
"Pada tengah malam yang sunyi dan hening, burung-burung malampun diam membisu, binatang-binatang buas sudah berdiam diri, gemercik air dan siulan angin juga sudah tak terdengar lagi, ketika itu Muhammad terbangun oleh suara yang memanggilnya: "Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" Dan bila ia bangun, di hadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril dengan wajah yang putih berseri dan berkilauan seperti salju, melepaskan rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan pakaian berumbaikan mutiara dan emas. Dan dari sekelilingnya sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya memegang seekor hewan yang ajaib, yaitu buraq yang bersayap seperti sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul, dan Rasulpun naik.
Maka meluncurlah buraq itu seperti anak panah membubung di atas pegunungan Mekah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu berhenti di gunung Sinai di tempat Tuhan berbicara dengan Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan. Sesudah itu kemudian meluncur di udara. "Sementara itu ada suara-suara misterius mencoba menghentikan Nabi, orang yang begitu ikhlas menjalankan risalahnya. Ia melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menghentikan hewan itu di mana saja dikehendaki-Nya.
Seterusnya mereka sampai ke Baitul Maqdis. Muhammad mengikatkan hewan kendaraannya itu. Di puing-puing kuil Sulaiman ia bersembahyang bersama-sama Ibrahim, Musa dan Isa. Kemudian dibawakan tangga, yang lalu dipancangkan diatas batu Ya'qub. Dengan tangga itu Muhammad cepat-cepat naik ke langit.
Langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap langit itu dijaga oleh malaikat, supaya jangan ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit inilah Muhammad memberi hormat kepada Adam. Di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhan. Pada keenam langit berikutnya Muhammad bertemu dengan Nuh, Harun, Musa, Ibrahim, Daud, Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa. Juga di tempat itu ia melihat Malaikat maut Izrail, yang karena besarnya jarak antara kedua matanya adalah sejauh tujuh ribu hari perjalanan. Dan karena kekuasaanNya, maka yang berada di bawah perintahnya adalah seratus ribu kelompok. Ia sedang mencatat nama-nama mereka yang lahir dan mereka yang mati, dalam sebuah buku besar. Ia melihat juga Malaikat Airmata, yang menangis karena dosa-dosa orang, Malaikat Dendam yang berwajah tembaga yang menguasai anasir api dan sedang duduk di atas singgasana dari nyala api. Dan dilihatnya juga ada malaikat yang besar luar biasa, separo dari api dan separo lagi dari salju, dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang merupakan kelompok yang tiada hentinya menyebut-nyebut nama Tuhan: O Tuhan, Engkau telah menyatukan salju dengan api, telah menyatukan semua hamba-Mu setia menurut ketentuan-Mu.
Langit ketujuh adalah tempat orang-orang yang adil, dengan malaikat yang lebih besar dari bumi ini seluruhnya. Ia mempunyai tujuhpuluh ribu kepala, tiap kepala tujuhpuluh ribu mulut, tiap mulut tujuhpuluh ribu lidah, tiap lidah dapat berbicara dalam tujuh puluh ribu bahasa, tiap bahasa dengan tujuhpuluh ribu dialek. Semua itu memuja dan memuji serta mengkuduskan Tuhan.
Sementara ia sedang merenungkan makhluk-makhluk ajaib itu, tiba-tiba ia membubung lagi sampai di Sidratul-Muntaha yang terletak di sebelah kanan 'Arsy, menaungi berjuta-juta ruh malaikat. Sesudah melangkah, tidak sampai sekejap matapun ia sudah menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan daerah-daerah cahaya yang terang-benderang, lalu bagian yang gelap gulita disertai berjuta-juta tabir kegelapan, api, air, udara dan angkasa. Tiap macam dipisahkan oleh jarak 500 tahun perjalanan. Ia melintasi tabir-tabir keindahan, kesempurnaan, rahasia, keagungan dan kesatuan. Dibalik itu terdapat tujuhpuluh ribu kelompok malaikat yang bersujud tidak bergerak dan tidak pula diperkenankan meninggalkan tempat.
Kemudian terasa lagi ia membubung ke atas ke tempat Yang Maha Tinggi. Terpesona sekali ia. Tiba-tiba bumi dan langit menjadi satu, hampir-hampir tak dapat lagi ia melihatnya, seolah-olah sudah hilang tertelan. Keduanya tampak hanya sebesar biji-bijian di tengah-tengah ladang yang membentang luas.
Begitu seharusnya manusia itu, di hadapan Raja semesta alam.
Kemudian lagi ia sudah berada di hadapan 'Arsy, sudah dekat sekali. Ia sudah dapat melihat Tuhan dengan persepsinya, dan melihat segalanya yang tidak dapat dilukiskan dengan lidah, di luar jangkauan otak manusia akan dapat menangkapnya. Maha Agung Tuhan mengulurkan sebelah tanganNya di dada Muhammad dan yang sebelah lagi di bahunya. Ketika itu Nabi merasakan kesejukan di tulang punggungnya. Kemudian rasa tenang, damai, lalu fana ke dalam Diri Tuhan yang terasa membawa kenikmatan.
Sesudah berbicara... Tuhan memerintahkan hambaNya itu supaya setiap Muslim setiap hari sembahyang limapuluh kali. Begitu Muhammad kembali turun dari langit, ia bertemu dengan Musa. Musa berkata kepadanya:
Bagaimana kauharapkan pengikut-pengikutmu akan dapat melakukan salat limapuluh kali tiap hari? Sebelum engkau aku sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap anak-anak Israil sejauh yang dapat kulakukan. Percayalah dan kembali kepada Tuhan, minta supaya dikurangi jumlah sembahyang itu.
Muhammadpun kembali. Jumlah sembahyang juga lalu dikurangi menjadi empatpuluh. Tetapi Musa menganggap itu masih di luar kemampuan orang. Disuruhnya lagi Nabi penggantinya itu berkali-kali kembali kepada Tuhan sehingga berakhir dengan ketentuan yang lima kali.
Sekarang Jibril membawa Nabi mengunjungi surga yang sudah disediakan sesudah hari kebangkitan, bagi mereka yang teguh iman. Kemudian Muhammad kembali dengan tangga itu ke bumi. Buraqpun dilepaskan. Lalu ia kembali dari Baitul-Maqdis ke Mekah naik hewan bersayap". (Hayatu Muhammad – M. Husein Haikal).
Peristiwa luar biasa ini membuat bingung banyak orang, bahkan oleh para sahabat sendiri. Kaum kafir mengolok-olok, sementara beberapa sahabat ragu-ragu. Muhammad Husein Haikal menulis bahwa orang-orang Arab penduduk Mekah menanggapinya secara kasat mata. Perjalanan kafilah yang terus-menerus antara Mekah-Syam memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Apakah mungkin Muhammad hanya satu malam saja pergi-pulang ke Mekah?! Mereka yang masih menyangsikan hal ini lalu mendatangi Abu Bakar dan keterangan yang diberikan Muhammad itu dijadikan bahan pembicaraan.
"Kalian berdusta," kata Abu Bakar.
"Sungguh," kata mereka. "Dia di mesjid sedang bicara dengan orang banyak."
"Dan kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakar lagi, "tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan."
Abu Bakar lalu mendatangi Nabi dan mendengarkan ia melukiskan Baitul Maqdis. Kebetulan Abu Bakar sudah pernah berkunjung ke kota itu.
Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata: "Rasulullah, saya percaya."
Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakar dengan "As-shiddiq" (Sang pembenar).
Ya, Abu Bakar percaya karena ada kekuatan lain yang tak bisa ditembus oleh panca-indera kita yang tak berarti apa-apa dibanding kekuatan sang Khaliq itu. Bahkan, ketika di zaman itu tak ada seorang Marconi yang telah menemukan arus listrik tertentu dari kapalnya yang telah berlabuh di Venesia. Dengan suatu kekuatan gelombang ether, arus listrik itu telah dapat menerangi kota Sydney di Australia. Begitupula sains telah membuktikan kebenaran teori telepati, transmisi suara di atas gelombang ether dengan radio, mesin transmisi faksimili dan teleprinter. Dengan teknologi modern seperti itu manusia dapat menikmati komunikasi dan informasi dari berbagai media. Bahkan, manusia dapat melakukan konferensi jarak jauh (telekonferensi) dengan kualitas audio dan gambar yang nyaris sama dengan wujud aslinya (riil) di saat yang bersamaan. Dan Abu Bakar membenarkan, 14 abad sebelum ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menyingkap fakta ilmiah dibalik peristiwa Isra-Mi'raj itu. Muhammad, Abu Bakar dan umat beriman di seluruh dunia tidak lagi menyangsikan sesuatu kekuatan yang diberikan Allah Maha Penggenggam alam mayapada kepada Nabi yang ma'shum dari dusta, Muhammad.
Nampaknya kita bisa memetik hikmah dari perjalanan spiritual Nabi tersebut, yakni tentang pencapaian segala sesuatu musti "dimulai dari titik nol menuju anak tangga yang tertinggi" (QS. 84:19), dari tangga estafeta terkecil (zero mind process) sebelum mencapai anak tangga terakhir (total action): diawali dengan syahadat yang menjadi pusat mission statement, membulatkan tekad, membangun visi, menciptakan wawasan, men-transformasi visi, serta komitmen total. Setelah itu barulah sholat yang mensimulasi kita untuk tetap khusyu (konsisten) dalam tugas, membangun pengalaman positif, serta mampu mengasah semua prinsip kehidupan kita. Kemudian tugas mulia itu diantisipasi dengan puasa sebagai kendali diri dari sikap hidup kolusi, korupsi, nepotisme dan naluri hewaniah lainnya sebagai sumber peningkatan kecakapan emosi secara fisiologis. Setelah ikrar, sholat dan media kekang yang bernama puasa itu, lalu ada zakat yang dapat membangun landasan kooperatif dan mampu menginvestasi kepercayaan, komitmen, kredibilitas, keterbukaan, empati dan kompromi. Setelah keempat itu usai kita lakukan dan sanggup menjalani semangat keberagamaan, satu fase terakhir tengah menunggu yaitu ibadah haji sebagai total action kemusliman kita. Wallahu a''lam.
 

By Taufik Munir ( http://religiusta.multiply.com/journal/item/5 )


25 April 2009

Surga (Dutch Language) ^_^

Posted On 19.13 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar


Perlu diemutkeun, yen salami urang sadaya hirup di dunya sok ngalaman kani’matan sareng sakepung kasusah atanapi kanyeri. Iyeu dua kajadian karasos ku sadaya jalmi, malah aya anu kenging kauntungan anu luar biasa sareng aya nu kenging kanyeri, kasusah anu luar biasa deui. Tah ieu kasenanganm kabeungharan, kabungahan, anu karaos ku sadaya mahluk upami dikumpulkeun mung sapersaratusna tina nikmat anu didamel ku Gusti Allah, nya kitu deui kasusah, kanyeri upami dikumpukeun sadayana mung sapersaratusna tina kanyeri anu didamel ku Gusti Allah. Padahal ku narima kana kani’matan tempo-tempo jalmi teh sok dugi ka hilap, nya kitu deui upami kenging kanyeri anu luar biasa sok dugi ka henteu eling.

Dawuhan Kanjeng Nabi Muhammad SAW:

Saestuna Gusti Allah parantos ngadamel rohmat dina dintenan ngadamelna 100 rahmat, anu 99 rohmat disimpen di Mantenna (keur ahli surga), anu sahiji dilepaskeun keur sadaya makhluk-Na (di dunya). (HR. Bukhari-Muslim).

Ku margi kitu, pisakumahaeun nikmatna di surga teh anu 99 deui dipasihkeun ka ahli surga, tangtos mangrebu-rebu tikel kani’matan dunya, sawangsulna siksaana-Na oge mangrebu-rebu tikel tina kasangsaraan atawa kanyeri dunya.

Dawuhan Allah ngeunaan kani’matan surga:

Mereka tidak menunggu kecuali kedatangan hari kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya. Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.

"Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari Ini dan tidak pula kamu bersedih hati.

(yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan". Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya". Dan Itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebahagiannya kamu makan. (QS. Al-Zukhruf: 66-73).


Dawuhan Kangjeng Nabi urang sadaya kiyeu: “Ahli surga teh dahar-leueut, ngan maranehna tara kiih atawa ngising, tara lehoan jeung tara nyiduh, lisanna salawasna muji ka Allah jeung maraca tasbeh dina tiap ambekanana. Kadaharanana seep diserep ku padaharanana jeung kesangna seungit lir ibarat minyak kasturi.”


Para pembaca anu marulya,

Tah iyeu sapalih tina kani’matan surga. Kumaha ari siksa naraka?

Dawuhan Allah SWT:

“Saeunyana naraka jahannam teh disadiakeun keur tempat jalma-jalma anu ngaraco. Naraka jahanam aya tujuh panto, satiap panto keur golongan anu geus di tangtukeun ti antara maranehanana.” (QS. Al-Hijr: 43-45)

Ari 7 panto teh nyaeta:

  1. neraka jahanam, pikeun tempat jalma mu’min anu maksiat (ayana dina pang luhurna)
  2. naraka Ladzo, pikeun tempat kaom Yahudi.
  3. Naraka Huthomah, pikeun tempat kaom Nasrani
  4. Naraka Sa’ir, pikeun tempat kaom Sabi’un (nu nyarembah bentang)
  5. Naraka Saqor, pikeun tempat kaom Majusi
  6. Naraka Jahim, pikeun tempat kaom musyrikin
  7. Naraka Hawiyah, pikeun tempat kaom munafek.

Tujuh rupa tingkatan naraka teh, ku sabab dosa tujuh rupa anggahota, nya eta: 1. panon, 2. ceuli, 3. sungut, 4. beuteung, 5. parji (kemaluan), 6. leungeun, 7. suku. Kitu numutkeun tafsir Ruhul-Bayan kaca 470 juz. IV.

Peryogi kauninga yen prosentase calon ahli surga teh tina sarebu jalmi mung saurang, anu 999 jalmi deui calon ahli naraka, kitu numutkeun pidawuh Kangjeng Nabi SAW. Janten kani’matan sawarga teh upami dihubungkeun sareng Hadis Bukhori-Muslim tadi di luhur aya 99x999 nikmat dunya =109.901 ni’mat dunya. Mangga bayangkeun! Kani’matan dunya oge sakieu karaosna ku urang, upami dipundut umur ku Pangeran panuhun heula, margi betah keneh, komo kani’matan sawarga mah anu seueurna =109.901 kani’matan dunya. [TM]


12 Maret 2009

Patut Kita Renungkan

Posted On 00.16 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Rahasia Kecerdasan Orang Yahudi

(Artikel Dr. Stephen Carr Leon)

 

Patut menjadi renungan bersama. Stephen menulis dari pengamatan langsung. Setelah berada 3 tahun di Israel karena menjalani housemanship dibeberapa rumah sakit di sana. Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan tesisnya, yaitu, "Mengapa Yahudi Pintar?" Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke California, terlintas di benaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar? Kenapa tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri? Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk Phd-nya. Sekadar untuk Anda ketahui, tesis ini memakan waktu hampir delapan tahun. Karena harus mengumpulkan data-data yang setepat mungkin. Marilah kita mulai dengan persiapan awal melahirkan. Di Israel, setelah mengetahui sang ibu sedang mengandung, sang ibu akan sering menyanyi dan bermain piano. Si ibu dan bapak akan membeli buku matematika dan menyelesaikan soal bersama suami. Stephen sungguh heran karena temannya yang mengandung sering membawa buku matematika dan bertanya beberapa soal yang tak dapat diselesaikan. Kebetulan Stephen suka matematika. Stephen bertanya, "Apakah ini untuk anak kamu?" Dia menjawab, "Iya, ini untuk anak saya yang masih di kandungan, saya sedang melatih otaknya, semoga ia menjadi jenius." Hal ini membuat Stephen tertarik untuk mengikut terus perkembangannya. Kembali ke matematika tadi, tanpa merasa jenuh si calon ibu mengerjakan latihan matematika sampai genap melahirkan.

Hal lain yang Stephen perhatikan adalah cara makan. Sejak awal mengandung dia suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu. Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang- kacangan. Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandungi kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan penumbuhan otak anak didalam kandungan. Ini adalah adat orang orang Yahudi ketika mengandung. menjadi semacam kewajiban untuk ibu yang sedang mengandung mengonsumsi pil minyak ikan. Ketika diundang untuk makan malam bersama orang orang Yahudi.. Begitu Stephen menceritakan, "Perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet)," ungkapnya. Biasanya kalau sudah ada ikan, tidak ada daging. Ikan dan daging tidak ada bersama di satu meja. Menurut keluarga Yahudi, campuran daging dan ikan tak bagus dimakan bersama. Salad dan kacang, harus, terutama kacang badam. Uniknya, mereka akan makan buah buahan dahulu sebelum hidangan utama. Jangan terperanjat jika Anda diundang ke rumah Yahudi Anda akan dihidangkan buah buahan dahulu. Menurut mereka, dengan memakan hidangan kabohidrat (nasi atau roti) dahulu kemudian buah buahan, ini akan menyebabkan kita merasa ngantuk. Akibatnya lemah dan payah untuk memahami pelajaran di sekolah.

Di Israel, merokok adalah tabu, apabila Anda diundang makan dirumah Yahudi, jangan sekali kali merokok. Tanpa sungkan mereka akan menyuruh Anda keluar dari rumah mereka. Menyuruh Anda merokok di luar rumah mereka. Menurut ilmuwan di Universitas Israel, penelitian menunjukkan nikotin dapat merusakkan sel utama pada otak manusia dan akan melekat pada gen. Artinya, keturunan perokok bakal membawa generasi yang cacat otak ( bodoh). Suatu penemuan yang dari saintis gen dan DNA Israel. Perhatian Stephen selanjutnya adalah mengunjungi anak-anak Yahudi. Mereka sangat memperhatikan makanan, makanan awal adalah buah buahan bersama kacang badam, diikuti dengan menelan pil minyak ikan (code oil lever). Dalam pengamatan Stephen, anak-anak Yahudi sungguh cerdas. Rata rata mereka memahami tiga bahasa, Hebrew, Arab dan Inggris. Sejak kecil mereka telah dilatih bermain piano dan biola. Ini adalah suatu kewajiban. Menurut mereka bermain musik dan memahami not dapat meningkatkan IQ. Sudah tentu bakal menjadikan anak pintar. Ini menurut saintis Yahudi, hentakan musik dapat merangsang otak. Tak heran banyak pakar musik dari kaum Yahudi. Seterusnya di kelas 1 hingga 6, anak anak Yahudi akan diajar matematika berbasis perniagaan. Pelajaran IPA sangat diutamakan. Di dalam pengamatan Stephen, "Perbandingan dengan anak anak di California, dalam tingkat IQ-nya bisa saya katakan 6 tahun kebelakang!! !" katanya.

Segala pelajaran akan dengan mudah di tangkap oleh anak Yahudi. Selain dari pelajaran tadi olahraga juga menjadi kewajiban bagi mereka. Olahraga yang diutamakan adalah memanah, menembak dan berlari. Menurut teman Yahudi-nya Stephen, memanah dan menembak dapat melatih otak fokus.. Disamping itu menembak bagian dari persiapan untuk membela negara. Selanjutnya perhatian Stephen ke sekolah tinggi (menengah). Di sini murid-murid digojlok dengan pelajaran sains. Mereka didorong untuk menciptakan produk. Meski proyek mereka kadangkala kelihatannya lucu dan memboroskan, tetap diteliti dengan serius. Apa lagi kalau yang diteliti itu berupa senjata, medis dan teknik. Ide itu akan dibawa ke jenjang lebih tinggi.

Satu lagi yg di beri keutamaan ialah fakultas ekonomi. Saya sungguh terperanjat melihat mereka begitu agresif dan seriusnya mereka belajar ekonomi. Diakhir tahun diuniversitas, mahasiswa diharuskan mengerjakan proyek. Mereka harus memperaktekkanya. Anda hanya akan lulus jika team Anda (10 pelajar setiap kumpulan) dapat keuntungan sebanyak $US 1 juta! Anda terperanjat? Itulah kenyataannya. Kesimpulan, pada teori Stephen adalah, melahirkan anak dan keturunan yang cerdas adalah keharusan. Tentunya bukan perkara yang bisa diselesaikan semalaman. Perlu proses, melewati beberapa generasi mungkin?

Kabar lain tentang bagaimana pendidikan anak adalah dari saudara kita di Palestina.

Mengapa Israel mengincar anak-anak Palestina?

Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza. Seperti yang kita ketahui, setelah lewat tiga minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 1300 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak. Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka. Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Ismali Haniya, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz al-Quran. Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. "Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?" demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi. Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan al-Qur'an. Tak ada main Play Station atau game bagi mereka. Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid. Perang panjang dengan Yahudi akan berlanjut entah sampai berapa generasi lagi. Ini cuma masalah giliran. Sekarang Palestina dan besok bisa jadi Indonesia. Bagaimana perbandingan perhatian pemerintah Indonesia dalam membina generasi penerus dibanding dengan negara tetangganya. Ambil contoh tetangga kita yang terdekat adalah Singapura. Contoh yang penulis ambil sederhana saja, Rokok. Singapura selain menerapkan aturan yang ketat tentang rokok, juga harganya sangat mahal. Benarkah merokok dapat melahirkan generasi "Goblok!" kata Goblok bukan dari penulis, tapi kata itu sendiri dari Stephen Carr Leon sendiri. Dia sudah menemui beberapa bukti menyokong teori ini. "Lihat saja Indonesia," katanya seperti dalam tulisan itu. Jika Anda ke Jakarta, di mana saja Anda berada, dari restoran, teater, kebun bunga hingga ke musium, hidung Anda akan segera mencium bau asak rokok! Berapa harga rokok? Cuma US$ .70cts !!! "Hasilnya? Dengan penduduknya berjumlah jutaan orang berapa banyak universitas? Hasil apakah yang dapat dibanggakan? Teknologi? Jauh sekali. Adakah mereka dapat berbahasa selain dari bahasa mereka sendiri? Mengapa mereka begitu sukar sekali menguasai bahasa Inggris? Ditangga berapakah kedudukan mereka di pertandingan matematika sedunia? Apakah ini bukan akibat merokok? Anda fikirlah sendiri? (Terima kasih Ayu Pangestu atas artikelnya).

 



09 Maret 2009

Hari Lahir Sang Hero

Posted On 17.19 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar


KURANG LEBIH 14 Abad yang lalu seharusnya dunia ini sudah dihancurkan Allah Swt. Betapa tidak! Tidak ada sejengkal tanah pun di atas muka bumi ini kecuali dipenuhi oleh kemaksiatan dan kedurhakaan terhadap Allah. Sementara nama Allah sudah hampir tidak disebut-sebut lagi di belahan bumi manapun.

Romawi yang hebat dan terkenal dengan sistem kerajaannya, nyatanya hanyalah sebuah mesin penindasan yang paling ganas terhadap rakyatnya sendiri. Sistem perpajakannya yang zalim menjadikan seluruh rakyatnya tidak mampu membayar pajak, meski bekerja keras sepanjang tahun. Parsi pula adalah pusat kemaksiatan dan kedurhakaan tiada tara di atas muka bumi ini. Kemusyrikan Majusi bersanding rapat dengan kesombongan dan kemaksiatan yang berpusat pada istana-istana Kisra Parsi sendiri. Sementara India yang musyrik telah menggantikan kedudukan Allah dengan ribuan sembahan. Bahkan binatang seperti sapi, gajah, elang, ularpun mereka jadikan tuhan. Sementara sistem kasta India yang zalim masih dapat kita saksikan sampai zaman kita hari ini. Lalu, bangsa Arab apa kurangnya. Di sana tiada siapa lagi yang dapat mengenal definisi kebenaran. Sebab kosakata itu telah ribuan tahun lamanya tertimbun debu sejarah.

Bukankah tidak salah jika Allah hancurkan bumi saat itu? Allah pernah menghancurkan kaum Aad dan Tsamud dan kaum Luth hanya karena syirik plus satu kedurhakaan? Maka siapa yang dapat menghalangi Allah untuk menghancurkan dunia yang sudah dipenuhi oleh kemusyrikan berbungkus ratusan jenis kedurhakaan! Namun Allah sendiri yang telah menetapkan atas Zat-Nya, rahmat dan kasih sayang. Bahkan Nabi SAW menerangkan bahwa rahmat Allah lebih luas dari kemurkaan-Nya. Maka Allah tidak menghukum manusia atas dosa mereka saat itu. Bahkan sebaliknya diteteskannya ke atas mukabumi yang panas ini setetes embun dari pelimbahan kasih-Nya. Itulah Muhammad SAW. Bulan ini kita mengenang dan mensyukuri kembali peristiwa kelahiran itu. Kelahiran yang mengakibatkan terpadamnya api sembahan di biara-biara Majusi, menggoncangkan istana-istana kisra Parsi serta meruntuhkan puluhan gereja di Buhairah. Kelahiran yang membungkam kesombongan jin Ifrit dan pasukan intelnya, yang pasca kelahiran itu tidak bisa lagi mencuri berita dari langit. Kelahiran yang disambut gembira oleh seluruh makhluk Allah di langit dan di bumi.

Sudah seimbangkah kesyukuran dan kegembiraan kita terhadap kelahiran Nabi Saw dengan kegembiraan Abu Lahab yang terkutuk? Dia yang namanya dikutuk Allah sampai kiamat dalam surah Al-Lahab pernah gembira mendengar kelahiran Rasulullah Saw. Sampai-sampai Tsuwaibah budak Perempuan yang menyampaikan berita itu dimerdekakannya serta merta!

Umat Yahudi yang terbebaskan dari kejaran Firaun pada tanggal 10 Muharam menjabarkan kesyukurannya dengan berpuasa, bersedekah, dan berbuat amal kebajikan pada tanggal itu. Menyaksikan hal tersebut, Rasulullah Saw langsung mengesahkannya sebagai sebuah kesyukuran yang patut pula dilaksanakan oleh umat Islam. Lalu mengapa kegembiraan akan selamatnya seluruh umat manusia dari azab Allah dengan kelahiran Rasulullah Saw tidak boleh diekspresikan dengan memberikan makan fakir miskin, membaca sirah perjalanan hidupnya, bersedekah, dan membuat amal kebajikan pada hari tersebut?

Justru itulah Imam Ibnu Hajar, An-Nawawi dan As-Suyuti bahkan mensunnahkan perayaan Maulid Nabi Saw. Sepengetahuan penulis tidak pernah terdengar seorangpun ulama salaf dari zaman dahulu yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Lucunya orang zaman sekarang justru banyak yang berani membid'ahkan hal ini dengan merujuk pendapat ulama-ulama zaman sekarang.

Tinggalkanlah polemik mengenai itu.

Hari ini, marilah kita mengenang tangisan Rasulullah Saw saat tubuhnya yang suci berlumuran darah dilempari batu oleh penduduk Taif. Dekatkan telinga kita ke bibirnya yang harum saat beliau merintihkan sakitnya kepada Allah seraya berkata: "Duhai Allah, karuniakan petunjuk-Mu pada umatku, karena sesungguhnya mereka belum menyadari."

Hari ini, marilah kita berdiri di sampingnya saat Abu Jahal mencaci maki Rasulullah dan memukul kepala beliau dengan batu hingga berdarah. Duhai.. tinggallah sebentar bersamanya saat Abu Lahab, paman yang tadinya amat menyayanginya, tiada henti menghinanya sebagai orang gila dan tukang sihir. Atau saat Uqbah bin Mu'ith mencabik-cabik baju Nabi Saw dan meludahi wajahnya yang suci? Allahummashalli 'ala sayyidina wa habibina wa mawlana Muhammad, wa 'ala aalihi wa sahbihiajma'in.

Tidak ada yang diharapkan Nabi saat ia menanggung semua penderitaan itu, kecuali agar kita umatnya meyakini ajarannya dan mengikuti sunnah-sunnahnya. Jika kita mengamalkan ajarannya dan melaksanakan sunnahnya, maka benarlah cinta kita kepadanya. Jika sebaliknya.. jangan harap kita dapat melihat wajahnya di duniaini, apalagi di akhirat nanti. Bahkan nauzubillah, beliau tidak akan berkenan memberikan seteguk air pun dari telaga al-Kautsar saat kehausan mencekik leher dan jantung di padang Mahsyar. Padahal seteguk saja air tersebut kita minum dari tangan beliau yang harum, hilanglah dahaga kita sampai masuk kedalam syurga.

Rindu kami padamu Ya Rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu ya Rasul
Serasa dikau di sini.

H.Arsil Ibrahim, MA