12 September 2010

Tradisi dan Tragedi Pemaafan

Posted On 02.47 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

::: Taufik Munir

Secara alamiah, manusia berpotensi jatuh dalam kubangan salah dan dosa. Kadang kesalahan itu sangat fatal, berefek negatif besar dengan sejumlah kerugian yang amat besar pula. Namun, betapapun sederhananya melakukan kesalahan atau betapapun lamanya perbuatan itu dilakukan, jiwa ini akan terus terombang-ambing nervous, gundah, dan resah sebagai produk dari kesalahan yang diperbuat pada masa lalu. Semua luapan emosi yang bergolak itu seakan menuntut sebuah “pembebasan”. Pembebasan itulah kemudian harus melalui sebuah mekanisme prosesi yang dalam Islam dikenal dengan "i’tizar", yang berarti apologi atau meminta maaf (kepada manusia), disamping “istighfar” (kepada Allah swt).
Apapun bentuk kesalahan itu harus dimerdekakan dengan i'tizar tadi, bahkan kendatipun kekeliruan tersebut telah berlangsung dalam rentang waktu bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad. Semua harus melewati permintaan maaf.
Di sisi lain tiap kekeliruan pasti melukai nurani. Nurani bukan anggota dari tubuh yang kasat mata ini, melainkan salah satu organ ruh, bahkan ia adalah “hati” ruh. Manakala nurani ini tergores, ia tidak akan berfungsi normal, kecuali bila diobati agar pulih seperti sediakala.
Permohonan maaf merupakan solusi dan pengobatan terbaik terhadap tiap kesalahan manusia. Ia adalah obat penyakit hati ketika sang hati merasakan kekeliruan yang diperbuat dan harus diobati.
Disanalah letak “keseimbangan” itu, antara kejatuhannya dalam kesalahan dan permaafan dari kesalahan itu. Kalau stabilitas itu mati, maka kehidupan ini sudah beremigrasi ke rimba belantara: manusia menjelma menjadi makhluk mahabuas, dan dunia dibiarkan mandul berfikir tentang masa depan yang indah penuh mimpi, suka dan cita.
Permohonan maaf atau permaafan itu sendiri yang menciptakan manusia sadar akan kemanusiaannya, memberinya energi untuk melanjutkan misi, menganugerahinya harapan bahwa kehidupan adalah sumber cahaya dan kebajikan, bukan sumber gulita dan kejahatan.

***
Hikayat ini dimulai pada tahun 1431. Pada saat itu di Perancis dikejutkan oleh munculnya seorang gadis jelita nan dewasa meski usianya masih belia. Gadis itu bernama Jeanne D’Arc, baru 17 tahun. Gadis tersebut berdiri di salah satu pengadilan intelijen yang dipimpin hakim Perancis yang bisa 'dibeli' Inggeris untuk memvonis Jeanne dengan hukuman mati: dengan cara dibakar hidup-hidup!
Jeanne pernah mengomandoi pasukan Perancis dalam serangan mematikan menghadapi Inggeris. Kepada pasukannya, Jeanne sejak dini sudah menanamkan benih-benih iman yang tulus kepada Tuhan dan cinta tanah air. Singkat cerita, akhirnya pasukan Jeanne berhasil mengalahkan pasukan Inggeris yang pernah menyerang dan menjajah Perancis tersebut.
Di bawah komando seorang wanita yang berseragam pria itu, pasukan Perancis melancarkan serangan bertubi-tubi dan berhasil meluluhlantakkan benteng pertahanan musuh.
Di tangan Jeanne Perancis merdeka, sementara Inggeris terkapar kalah. Kini pihak Inggeris memutar kepala untuk membalas kesumat. Salah satunya mempersiapkan strategi baru dengan membeli para politisi Perancis dan menyuap beberapa tokoh agama yang ‘sakit’. Inggeris berhasil mengeksploitasi tokoh agama Perancis dengan kemewahan duniawi: harta, tahta, dan perbawa. Selanjutnya Inggeris menjalin perjanjian dengan pihak Perancis. Tuntutan Perancis satu: Inggeris harus menarik diri dari tanah itu. Padahal, di balik layar, Inggeris mengendap-endap, siaga menjerat dengan grand design baru terhadap gadis ABG yang mengantarkan kemenangan negaranya tersebut.
Benar, Jeanne akhirnya ditarik ke meja hijau. Vonis sudah menantinya: hukum bakar hidup-hidup! Daftar tuduhannya pun sangat fatal, yaitu tidak mempercayai Tuhan dan mengintip pembicaraan gereja. Ada juga tuduhan yang naif: memakai seragam pria!
Dengan berani namun bersahaja Jeanne melancarkan pembelaan. Tuduhan terakhir itu dijawabnya dengan enteng: “saya mengenakan seragam pria, karena Inggeris menjebloskan saya ke bui yang tak ada seorangpun di dalamnya selain kaum pria. Lain halnya kalau saya dimasukkan ke kerangkeng wanita, tentu saya akan mengadaptasi diri dengan seragam wanita”. Sebuah argumentasi sederhana tapi masuk akal untuk membebaskan diri dari jerat-jerat tuduhan itu.
Tapi dewan hakim sudah dijejali suap, terkontaminasi pretensi busuk dan memendam niat buruk. Mereka sudah ditekan guna menghukum mati dan membakar dirinya. Mereka si empunya hati yang picik, gila harta dan personalitas kesejatian yang miskin. Sementara Jeanne si pemilik integritas diri yang kuat, keberpijakan pada nurani yang bersih, spiritualitas yang kaya, keberanian yang membumbung, berusaha menolak sikap para penggede yang ternyata kerdil itu.
Pengadilan Luar Biasa mengeluarkan vonis yang tidak biasa: Jeanne dibakar hidup-hidup hingga ajal tiba! (Manusia manakah yang tidak meneteskan air mata menyaksikan kisah hidupnya?).
Itu terjadi pada tahun 1431. Tapi kemudian sejarah mencatat bahwa vonis itu salah alamat. Sebuah kesalahan besar yang tidak bisa diterima akal dan hati yang sehat. Pada 1449 ---setelah berselang 18 tahun atas sanksi terhadap Jeanne---, ibundanya yang berusia senja menghadap pengadilan dan meminta kasus anaknya ditinjau kembali. Isabella yang berusia 76 tahun itu berpandangan bahwa anak satu-satunya itu bukanlah pelaku tindak kriminal agama dan politik seperti yang dituduhkan, melainkan saksi.
Kala itu faktor-faktor tekanan pihak Inggeris menjadikan posisi keberpihakan pengadilan Perancis semakin kuat, sementara kasus Jeanne sendiri yang diteror kecemburuan musuh, iri hati dan kesumat Inggeris di sepanjang hidupnya itu semakin terkubur bersama waktu.
Lalu pengadilan yang baru akhirnya mengeluarkan keputusan kontroversial: mengampuni ‘dosa-dosa’ masa lalu Jeanne, menganggap hukuman yang dijatuhkan suatu kekeliruan, dan memutuskan bahwa Jeanne adalah saksi, bukan penjahat! Pada tahun 1456 (25 tahun sesudah pembakaran), pengadilan baru mengeluarkan pengampunan.
Tahun 1920 ---lima abad setelah pembakaran Jeanne---, Persekutuan Gereja se-Perancis berkumpul dan mengumumkan bahwa vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan yang pertama dianggap keliru, dan Jeanne sama sekali tidak bersalah. Menurut asosiasi Gereja itu, Jeanne adalah biarawati salah satu gereja terkenal di kota itu. Kemudian dalam sejarah gereja ia dikenal dengan nama Vierge Orleans (Si Perawan dari Orleans), mengenang daerah Orleans yang direbut Jeanne saat bertempur menghadapi Inggeris.
Peristiwa keji itu yang dialami Jeanne D’Arc sudah berlangsung sangat lama. Generasi baru terus bermunculan. Dan, memang sudah banyak terlupakan dari kejadian itu, namun fakta sejarah akan terus berbicara.

***

200 tahun setelah pembakaran Jeanne, tepatnya tahun 1633 muncul seorang anak manusia super-jenius, Galileo Galilei namanya. Ia pun sama: dijebloskan ke kezaliman mahkamah akibat ulah konspirasi buruk gereja.
Galileo, menurut pengakuan sejarawan, memproklamirkan temuannya berdasarkan eksperimentasi yang melelahkan secara saintis, pencarian yang tak kenal henti dan tentu saja melewati berbagai pengamatan seputar fenomena alam secara akurat. Dia pula yang pertamakali menemukan bahwa bumi tidak tinggal diam melainkan terus berotasi pada porosnya dan berevolusi di sekeliling matahari. Dan mataharilah pusat peredaran bumi, bukan sebaliknya. Namun para agamawan melihat dari sisi dogma teologis yang tentu saja sangat sensitif. Dengan sadis akhirnya Galileo diseret ke pengadilan dengan tuduhan kafir dan tidak percaya Tuhan.
Sebelum dicampakkan ke meja hijau, pada masa itu Galileo mengabadikan pikirannya dalam buku yang disebarkan ke berbagai belahan dunia. Si jenius itu ketika diseret ke pengadilan sudah berusia senja dan tak mampu memikul resiko penyiksaan bertubi-tubi. Karena itu ia sodorkan pengakuan kesalahan teorinya, yang sebenarnya terbukti memang benar.
Hakim pengadilan menyatakan bahwa bumi itu diam, pusat alam semesta, dan matahari berputar di sekitarnya. “Ini yang dikatakan Alkitab yang suci”, seloroh hakim. Gelileo menjawab: “bumi bukan pusat galaksi. Dia berotasi dan berevolusi, sementara kitab suci tidak bisa kami pahami secara lahiriah. Karena itu, sebaiknya kita menafsirkan kembali tiap kosakata seperti yang ditunjukkan arti tersirat yang terdapat dalam kalimat itu”.
Maka, matilah Galileo.
200 tahun setelah pembunuhan Galileo ---tepatnya pada tahun 1835--- gereja Italia menyodorkan keputusan penting: “menghapus semua karya Galileo dari daftar buku terlarang, membebaskannya dari segala fitnah yang dituduhkan, menghormati semua inovasi sebagai kekayaan besar yang turut menyumbangkan intelektualitas umat manusia, dan menghormati semangat serta kontribusinya dalam ranah ilmu pengetahuan, serta memohon maaf atas vonis yang terlanjur dijatuhkan bahwa dirinya atheis."
Demikianlah, manusia meminta maaf akan kekeliruan dan kebodohannya sendiri terhadap hak kebebasan ilmiah Galileo. Perlahan namun pasti, Galileo kini memperoleh yang diimpikan banyak orang: prioritas, nilai, dan penghormatan yang sesungguhnya. Sayangnya, semua didapatkan setelah ia mati!

***

Dalam sejarah pemikiran juga terdapat kisah serupa.
Pada tahun 1925, penulis sekaligus pemikir Islam terkenal, Ali Abdur Raziq menerbitkan bukunya yang monumental “al-Islam wa Ushul al-Hukm”. Dalam buku itu Ali menulis bahwa khilafah tak pernah ada dalam teks-teks keagamaan. Dengan alasan itu umat Islam boleh memilih sistem pemerintahan yang sesuai sehingga bisa mewujudkan dan menaungi kepentingan-kepentingannya.
Umat Islam tercengang! Begitupula lembaga pendidikan tertua di dunia, Al-Azhar, merasa gerah dengan terbitnya buku tersebut. Reaksi di lapisan masyarakat lebih marak lagi, banyak yang mencapnya murtad!
Padahal ide yang dicetuskan buku itu cukup jelas: secara eksplisit Ali menyemangati umat Islam untuk berijtihad dalam mengatur kehidupannya sendiri dengan suatu sistem politik yang ideal bagi kebangkitan dan kemajuan umat. Beberapa pandangannya disertai format yang komunikatif, ada ruang dialog dan munaqasyah, serta tidak memberikan celah sedikitpun kepada prosekusi, mempidana atau mencekoki siapapun agar mengikuti pendapatnya.
Namun rupanya buku itu terbit disaat raja Fuad tengah berambisi menduduki singgasana khalifah setelah runtuhnya khilafah Islamiyah (dinasti Ottoman) di Turki tahun 1924. Kemudian Raja Fuad membujuk sebagian ulama untuk memberangus pemikiran ‘nyeleneh’ syekh Ali Abdur Raziq.
Lalu digelarlah sidang yang beranggotakan 24 orang. Muhammad Sayyid Kailani, dalam “Fushul Mumti’ah” mencatat beberapa hal mengenai suasana sidang. Konon, ketika Syekh Ali Abdur Raziq mengucapkan salam sewaktu memasuki mahkamah, semua tetap bergeming.
Setelah terjadi 'perseteruan' sengit dalam sidang, hakim menjatuhkan vonis dan mengeluarkannya dari Majlis Ulama. Bukan hanya itu, Ali juga dilarang menjabat pekerjaan umum. Namun kehendak raja Fuad di atas segala-galanya. Ambisi raja itu jauh melampaui kehendak hakim yang memvonis syekh Ali, mempidanakan, juga menelanjanginya dari jabatan umum dan kesaksian ilmiahnya. Kalau saja kedudukan keluarga syekh Ali tidak berada di papan atas, sanksi dan berbagai siksa pasti ia alami lebih dahsyat lagi.
Masa terus berganti. Dan dosa-dosa lampau telah melewati masa 21 tahun. Raja Fuad sudah tiada, sementara estafeta kepemimpinan sudah digenggam Faruq. Raja ini kemudian melihat bahwa negara sedang membutuhkan seorang ulama yang dihormati dan disegani rakyat. Lagi pula, jabatan wazirul awqaf (menteri agama) masih kosong.. sementara raja Faruq melihat belum ada seorang ulamapun yang kompatibel dengan jabatan di kementerian itu. Tapi tidak ada seorang pun ulama yang alim, berpengetahuan agama luas, berwawasan tinggi dan bercakrawala pengalaman bejibun, selain Ali Abdur Raziq. Tapi bagaimana mungkin syekh Ali menduduki kursi kementerian, sementara ia seorang “tersangka tindak pidana keagamaan”? Atau dengan kata lain, bagaimana mungkin mengangkat seorang yang “bermasalah” masuk dalam jajaran kabinet kerajaan Faruq?
Jalan keluar satu-satunya adalah memberikan maaf atas ‘kesalahan’ masa silam syekh Ali, dan memohon maaf atas vonis yang dijatuhkan pengadilan itu.
Kemudian barisan ulama yang terdiri dari komunitas anggota jama’ah ulama besar al-Azhar, anggota Majlis Tinggi al-Azhar, dan sekumpulan syekh seluruh fakultas al-Azhar memohon kepada raja Faruq agar mengembalikan kehormatannya sekaligus memaafkan semua keputusan yang dikeluarkan komunitas ulama yang terjadi 20 tahun yang lalu.
Lima hari setelah permintaan ulama al-Azhar itu, kerajaan secara resmi mengangkat syekh Ali Abdur Raziq sebagai menteri agama. Tidak lama kemudian syekh Ali diberi gelar “Basya”, yang berarti “yang mulia”.

***

Secara humanistik, manusia ditakdirkan tidak bisa melepaskan diri dari dosa-dosa masa lalu, karena kehilapan dan dosa adalah sifat alamiah manusia. Tapi, manusia juga tidak akan bisa melepaskan diri dari permohonan maaf manakala terbukti bersalah. Kesalahan, khilaf dan dosa-dosa itu hanyalah bagian dari tabiat alami manusia, sedangkan permintaan maaf adalah kewajiban, seberapapun terlambatnya. Karena jiwa manusia tidak akan pernah mampu bersabar atau berkompromi dengan dosa-dosa hingga kematian menjelang. Selamat Hari Raya Fitri 1431 H. Mohon maaf lahir-bathin! []


11 September 2010

Ragam Kata Ucapan Hari Raya

Posted On 11.43 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Originally taken from: my own mobile phone.


Saat jarak tak memungkinkan untuk hadir saling bermaaf, Tangan tak mampu saling berjabat, masih ada untaian kata tuk mengungkapkan kata maaf, meskipun hanya melalui media sms semata, Dengan ketulusan hati sanubari yang terdalam, “Mohon Maaf Lahir Batin”.
Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Shiyamana Wa Shiyamakum,
“Selamat Hari Raya Fitri 1 Syawal 1431 H”
“Minal Aidin Wal Faizin”
‘Mohon Maaf Lahir dan Batin’



Makan Lalap campur air asin, mohon maaf lahir dan batin

si Mamat dari kebayoran, pohon dadap dipinggir kantin.."SELAMAT HARI LEBARAN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN"..

Kata telah terucap, tangan telah tergerak, prasangka telah terungkap,
Tiada kata, Kecuali “saling maaf” jalin ukhuwah & kasih sayang raih
indahnya kemenangan hakiki, Selamat Hari Iedul Fitri


SELAMAT HARI RAYA FITRI
sering minjem duit kagak ngembaliin, pake motor gak pernah isi bensin, tapi aku dah maafin,  lahir bathin


” Sepuluh jari tersusun rapi.. Bunga melati pengharum hati .. SMS dikirim
pengganti diri… Memohon maaf setulus hati … Mohon Maaf Lahir Dan Batin
.. Met Idul Fitri …

Andai jemari tak smpt berjabat,andai raga tak dpt b’tatap
Seiring beduk yg menggema, seruan takbir yg berkumandang
Kuhaturkan salam menyambut Hari raya idul fitri, jika ada kata serta khilafku
membekas lara mhn maaf lahir batin.
SELAMAT IDUL FITRI

Mawar berseri dipagi Hari
Pancaran putihnya menyapa nurani
Sms dikirim pengganti diri
SELAMAT IDUL FITRI
MOHON MAAF LAHIR BATHIN

Sebelum Ramadhan pergi
Sebelum Idul fitri datang
Sebelum operator sibuk
Sebelum sms pending mulu
Sebelum pulsa habis
Dari hati ngucapin MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Jika HATI sejernih AIR, jangan biarkan IA keruh,
Jika HATI seputih AWAN, jangan biarkan dia mendung,
Jika HATI seindah BULAN, hiasi IA dengan IMAN.
Mohon Maaf lahir Dan batin

Menyambung kasih, merajut cinta, beralas ikhlas, beratap DOA.
Semasa hidup bersimbah khilaf & dosa, berharap dibasuh maaf.
Selamat Idul Fitri

Melati semerbak harum mewangi,
Sebagai penghias di Hari fitri,
SMS ini hadir pengganti diri,
Ulurkan tangan silaturahmi.
Selamat Idul Fitri

Sebelas bulan Kita kejar dunia,
Kita umbar napsu angkara.
Sebulan penuh Kita gelar puasa,
Kita bakar segala dosa.
Sebelas bulan Kita sebar dengki Dan prasangka,
Sebulan penuh Kita tebar kasih sayang sesama.
Dua belas bulan Kita berinteraksi penuh salah Dan khilaf,
Di Hari suci nan fitri ini, Kita cuci hati, Kita buka pintu maaf.
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir Dan batin

Andai jemari tak sempat berjabat.
Jika raga tak bisa bersua.
Bila Ada kata membekas luka.
Semoga pintu maaf masih terbuka.
Selamat Idul Fitri

Faith makes all things possible.
Hope makes all things work.
Love makes all things beautiful.
May you have all of the three.
Happy Iedul Fitri.”

Walopun operator sibuk n’ sms pending terus,
Kami sekeluarga tetap kekeuh mengucapkan
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin

Bila kata merangkai dusta..
Bila langkah membekas lara…
Bila hati penuh prasangka…
Dan bila Ada langkah yang menoreh luka.
Mohon bukakan pintu maaf…
Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir Batin

Fitrah sejati adalah meng-Akbarkan Allah..
Dan Syariat-Nya di alam jiwa..
Di dunia nyata, dalam segala gerak..
Di sepanjang nafas Dan langkah..
Semoga seperti itulah diri Kita di Hari kemenangan ini..
Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir Batin

Waktu mengalir bagaikan air
Ramadhan suci akan berakhir
Tuk salah yg pernah Ada
Tuk khilaf yg sempat terucap
Pintu maaf selalu kuharap
Met Idul Fitri

Walaupun Hati gak sebening XL Dan secerah MENTARI.
Banyak khilaf yang buat FREN kecewa,
Kuminta SIMPATI-mu untuk BEBAS kan dari ROAMING dosa
Dan Kita semua hanya bisa mengangkat JEMPOL kepadaNya
Yang selalu membuat Kita HOKI dalam mencari kartu AS
Selama Kita hidup karena Kita harus FLEXIbel
Untuk menerima semua pemberianNYA Dan menjalani
MATRIX kehidupan ini…Dan semoga amal Kita tidak ESIA-ESIA…
Mohon Maaf Lahir Bathin.

Satukan tangan, satukan hati
Itulah indahnya silaturahmi
Di Hari kemenangan Kita padukan
Keikhlasan untuk saling memaafkan
Selamat Hari Idul Fitri
Mohon Maaf Lahir Batin

MTV bilang kalo MO minta maap g ush nunggu lebaran
Org bijak blg kerennya kalo mnt maap duluan
Ust. Jefri blg org cakep mnt maap gk prl disuruh
Kyai blg org jujur Ga perlu malu utk minta maap
Jd krn Mrs anak nongkrong yg jujur, keren cakep Dan baek
Ya gw ngucapin minal aidzin wal faizin , mohon maaf lahir Dan batin …

Seuntai kasih
bwt qt sayang,
sbuah janji
bwt qt pcy,
sbongkah luka
bwt qt kcewa,
tp sbuah kt maaf bwt qt damai…
Met lebaran, maaf lahir bathin.
———–
seputih kokain
sebening vodka
seiring salam seharum ganza
maafkan dosaku walau sebesar extasi
taqabbalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum.
Selamat Hari idul fitri 1430 H.
minal aidzin wal-faizin
mohon maaf lahir dan bathin.
————–
TEMPARAN FAJAR DI UFUK TIMUR
MENGIRING NYANYIAN BURUNG Di PAGI HARI
ADALAH SUATU KEBAHAGiAAN
BILA KAU MAU MEMAAFKAN AQ D HARI YANG FITRI INI
MINAL AIDIN WAL FAIZIN
————–
selama nafas masih bersela, selama bumi masih memacu detak nya, untuk memutar kehidupan persada, izinkan diri ini bertekuk lutut di hadapan ibunda tercinta, atas segala dosa dan noda, ijinkan aku menciummu bunda...
——————–
“Biarlah tgn ndk bza b slman”
“Biarlah mngko ndk bz ba madok an”
“Biarlah cma lwt alt komunikasi”
“Biarlah cma lwt cmz”
“Biarlah hti ngicek an ssatu”
“Yaitu”
“TAQABBALALLAHU MINNA WA MINKUM SHIYAMANA WA SHIYAMAKUM”
“SELAMAT HARI IDUL FITRY 1431H”
“MINAL AIDIN WAL FAIZIN”
“MOHON MAAF LAHIR BATIN”
——————-


Mohon Maaf atas Segala Kesalahan

Posted On 08.35 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar


Segenap Pimpinan dan Staf Redaksi ZonaStudi

mengucapkan 
Selamat Idul Fitri 1431 H.

Semoga Seluruh Amal Ibadah Kita Diterima
dan Dilipatgandakan Allah SWT  

Sedamai embun di padang Sahara, sehalus nurani di tiap jiwa, semurni itu haruku yang agung, jiwa lepas dari karma kembali suci di hari nan fitri, Minal 'Aidin wal Faizin.. ^-^


08 September 2010

Waspada dengan Minal Aidin wal-Faizin!

Posted On 14.44 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Mungkin pertanyaan ini sedikit mengganggu: Manakah diantara kalimat-kalimat di bawah ini yang benar?
 
A.       Minal 'aidin wal faizin, mohon maaf lahir-bathin
B.       Mohon maaf lahir-bathin, minal 'aidin wal faizin
C.       Semoga kita dimaafkan minal 'aidin wal faizin
D.       Semoga kita minal 'aidin wal faizin
E.        Semua benar

Kalau kita tadi menyoal tentang asal kata Ied (masdar atau kata dasar dari 'aada=kembali), sekarang kita mencoba untuk membongkar asal kata 'Aidin dan Faizin. Darimana sih mereka? 
'Aidin itu isim fa'il (pelaku) dari 'aada. Kalau anda memukul (kata kerja), pasti ada proses "pemukulan" (masdar), juga ada "yang memukul" (anda pelakunya). Kalau kamu "pulang" (kata kerja), berarti kamu "yang pulang" (pelaku). Pelaku dari kata kerja inilah yang dalam bahasa Arab disebut dengan isim fa'il. 
Kalau si Aidin, darimana?
'Aidin atau 'Aidun itu bentuk jamak (plural) dari 'aid, yang artinya "yang kembali" (isim fa'il. Baca lagi teori di atas). Mungkin maksudnya adalah "kembali kepada fitrah" setelah berjuang dan mujahadah selama sebulan penuh menjalankan puasa.
  • 'aada = ia telah kembali (fi'il madhi).
  • Ya'uudu = ia tengah kembali (fi'il mudhori)
  • 'audat = kembali (kata dasar)
  • 'ud = kembali kau! (fi'il amr/kata perintah)
  • 'aid = ia yang kembali (isim fa'il).


Kalau si Faizin?
Si Faizin juga sama. Dia isim fa'il dari faaza (past tense) yang artinya "sang pemenang". Urutannya seperti ini:

Faaza = ia [telah] menang (past tense)Yafuuzu = ia [sedang] menang (present tense)
Fauzan = menang (kata dasar).
Fuz = menanglah! (fi'il amr/kata perintah)
Fa'iz = yang menang.


'Aid (yang kembali) dan Fa'iz (yang menang) bisa dijamakkan menjadi 'Aidun dan Fa'izun. Karena didahului "Min" huruf jar, maka Aidun dan Faizun menyelaraskan diri menjadi "Aidin" dan "Faizin". Sehingga lengkapnya "Min Al 'Aidin wa Al Faizin". Biar lebih mudah membacanya, kita biasa menulis dengan "Minal Aidin wal Faizin". 

Lalu mengapa harus diawali dengan "min" atau minal?

"Min" artinya "dari". Sebagaimana kita ketahui, kata "min" (dari) biasa digunakan untuk menunjukkan kata keterangan waktu dan tempat. Misalnya 'dari' zuhur hingga ashar. Atau 'dari' Cengkareng sampe Cimone.
Selain berarti "dari", Min juga mengandung arti lain. Syekh Ibnu Malik dari Spanyol, dalam syairnya menjelaskan:

Ba'id wa bayyin wabtadi fil amkinah # Bi MIN wa qad ta'ti li bad'il azminah

Artinya: Maknailah dengan "sebagian", kata penjelas dan 
permulaan tempat dengan MIN. Tapi kadang ia untuk menunjukkan permulaan waktu.

Dari penjelasan Ibnu Malik di atas, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa MIN pada MIN-al aidin wal faizin tadi menunjukkan kata "sebagian" (lit-tab'idh). Jadi secara harfiyah, minal 'aidin wal-faizin artinya: BAGIAN DARI ORANG-ORANG YANG KEMBALI DAN ORANG-ORANG YANG MENANG.

Nah, pusing kan?  
Tunggu dulu. Sabar, napa. Kalimat di atas adalah kalimat doa. Baik dalam Al-Quran dan Hadis banyak kalimat-kalimat seperti itu yang menunjukkan doa kepada yang bersangkutan. Kita sering menambahi julukan kepada orang yang sudah wafat dengan tambahan "almarhum" yang artinya "yang dirahmati" (terserah orang tersebut rajin sholat atau gak pernah sama sekali). Sebab, itu hanya doa dan pengharapan "semoga ia dirahmati oleh Allah, diberikan kasih sayang-Nya di alam barzakh hingga hari Kiamat". 

Akan halnya dengan minal 'aidin wal-faizin, ini juga doa: "Semoga anda termasuk (bagian dari) orang-orang yang kembali kepada fitrah kesucian dan termasuk (bagian dari) orang-orang yang mendapatkan kemenangan". Amin.

Duh indahnya Islam. Sama orang yang nggak puasa saja, sempet-sempetnya kita doain yang bener.

Kesimpulannya? Ya simpulkan saja sendiri. Yang jelas Minal Aidin tidak ada hubungannya dengan Mohon maaf lahir dan bathin. Ucapkan kalimat a, boleh. Memakai kalimat b, silakan saja. Tapi sekali lagi, mohon maaf lahir bathin itu bukan arti minal aidin. Dan yang penting lagi: jangan memilih c, karena minal aidin tidak pernah bisa memaafkan orang. Tapi pilihan saya adalah d, ini yang paling shahih. 

Akhirnya, semoga kita minal 'aidin wal faizin. Amin!

# Taufik Munir


Common Mistake: Selamat Hari Raya Ied

Posted On 14.05 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

  Pilihlah salah satu kalimat yang menurut Anda benar:
A. Selamat Hari Raya Iedul Fitri
B. Selamat Hari Raya Ied
c. Selamat Hari Raya Fitri
D. Pilih b dan c saja
E. Semua benar

Idul Fitri atau edul Fithri adalah sebuah kalimat berbahasa Arab yang terdiri dari dua kata yaitu "Ied" (hari raya) dan Fithri (fitrah, atau suci). "Ied" lahir dari sebuah kata kerja 'aada (past tense), ya'uudu (present tense), dan 'audat (atau 'audah, sebagai kata dasar) yang artinya "kembali". Orang-orang yang sering mengulang-ulang kembali perbuatan atau perilaku yang sama sering disebut menjadi 'adat, alias "tradisi". Dalam kamus "Mukthar Al-Shohhah" karya monumental Muhammad bin Abu Bakar Al Rozi, kosa kata ini masuk dalam urutan huruf 'ain. Saat Penulis melihat, kata 'aada-ya'uudu-'audat di atas menginduk pada nenek moyangnya yaitu 'a-wa-da, yang terdiri dari 'Ain, Wau dan Dal, alias tiga huruf doang. Kalau fi'il terdiri dari tiga huruf doang dalam literatur morfologi Arab disebut dengan "Fi'il Tsulatsi Mujarrod". Fi'il artinya kata kerja, tsulatsi artinya tiga, Mujarrod artinya doang. Sedangkan arti "doang" di sini maksudnya adalah "terhindar dari segala (godaan) tambahan". 

Permasalahannya,  orang Arab itu alergi menjumpai huruf Wau di tengah-tengah kata, terlebih lagi ketiga-tiganya beraksi dengan memasang harakat fathah. Bayangkan, masa sih baca 'a-wa-da! Huruf Wau, menurut para pakar bahasa Arab, adalah virus berbahaya yang mengancam eksistensi kelezatan "morfen" (bersuara). Wau mempunyai gank bernama Alif dan Ya. Saking takutnya orang Arab menggunakan tiga huruf ini dengan harakat yang diucapkan beruntun (harakah mutawaliyah), mereka menamakannya Al-Ahruf Al-'illatiyah (huruf-huruf berpenyakit). Karena itu para pakar bahasa bermusyawarah bagaimana mengatasi sulitnya menjinakkan huruf Wau ini. Akhirnya mereka mufakat untuk melenyapkan Wau. Lalu alif yang menggantikan posisi Wau. Tapi, ya karena alif diklaim punya penyakit, akhirnya dia dimatikan saja, tidak berharkat. Maka jadilah 'aada (pada fi'il madhi), bukan 'aawada lagi! Anehnya pada fi'il mudhori dan masdar, huruf Wau dikembalikan lagi ke tempatnya, menjadi "ya'uwdu" (fi'il mudhori), "awdatan" (masdar). Tak apalah, biar pun mengandung penyakit, agar misi keindahan efek suara berlangsung sukses, huruf-huruf itu harus menemani harkat yang sesuai dengan fungsinya masing-masing:
  • Kalau sebelumnya fathah harus ada Alif, biar baca A-nya lebih panjang: "aaaa".
  • Kalau sebelumnya dhommah, harus ada Wau, biar baca U-nya lebih panjang: "uuu".
  • Kalau sebelumnya kasrah, harus ada Ya, biar baca i-nya lebih panjang: "iii".
  • Beres.
Di atas disinggung bahwa "Fi'il Tsulatsi Mujarrod" adalah fi'il yang terdiri dari tiga huruf doang. Arti "doang" yang dimaksud "terhindar dari segala (godaan) tambahan".

Hanya saja Fi'il Tsulatsi Mujarrod kadangkala tak pernah kuat godaan. Karena, biasanya, dia terus saja bermetamorfosa menjadi kata kerja tambahan yang dalam ilmu shorof disebut "Fi'il Tsulatsi Mazid". Mazid di sini maksudnya, ya, tambahan. Penambahannya cuma satu, yaitu: tasydid di tengah kata. Karena si Alif tak pernah bisa menerima tasydid (penekanan), akhirnya -lagi-lagi- alif tersebut harus ditukar dengan huruf lain. Yang beruntung menggantikannya adalah temannya sendiri, yaitu: Ya. Maka jadilah AY-YA-DA. Prosesnya dimulai dari 'ayyada (fi'il madhi mazid), yu'ayyidu (fiil mudhori) kemudian ta'yiid (masdar), lalu ta'yidah, lalu ti'yaad, dan akhirnya 'ied (semuanya masdar).

Contoh sederhana dalam bahasa Arab:

Yu'ayyidu Al-Indunisiyyun Iedal Fithri
(Masyarakat Indonesia tengah merayakan Idul Fitri).

Sampai di sini tidak ada permasalahan. Sebab "Ied", dengan segala derivasinya seperti yang sudah dipaparkan di atas, adalah hari raya, hari yang bersejarah, atau nostalgia, seolah hari-hari tersebut berulang kembali pada hari ini. Karenanya, ia dinamakan "Ied". Momentum akhir Ramadhan umat Islam mengucapkan "Ied Mubarak" (Happy Ied) atau "Selamat Ied Al-Fithri". Agar lebih akrab dan mudah di lidah orang melayu, kita biasa mengucapkan "Idul Fitri", sehingga kalau tiba hari raya Lebaran masyarakat kita berbondong-bondong mengucapkan "Selamat hari raya Iedul Fithri" atau "Selamat hari raya Idul Fitri". Berbeda kalau ada diantara teman atau kerabat kita merayakan Idul Milad (hari kelahiran), Idul Istiqlal (hari kemerdekaan), Idul Zafaf (hari perkawinan), tak satupun diantara kita mengucapkan kata-kata "selamat Idul Milad ya?". Seolah hanya Idul Fitri dan Idul Adha saja yang sah menyandang predikat "Idul".

Dan, kadang kita salah dalam menggunakan kalimat. Kita terbiasa mengucapkan "selamat hari raya Idul Fitri". Bukankah Idul itu maknanya hari raya? Iya, kan? Lantas, mengapa harus diucapkan berulang-ulang?

Jangan sampai ada mang Jaja anda sebut "Pak Mang Jaja", ada Gus Dur anda panggil "Pak Gus Dur", kepada Cak Nun anda bilang "Pak Cak Nun". Cukup Gus Dur saja, Cak Nun saja, "Selamat Idul Fitri" saja atau "Selamat Hari Raya Fitri" saja. Tidak sulit, yang penting mengena.

Memang, kesalahan seperti ini tak menjadi soal. Kita hanya mencoba semaksimal mungkin menghindari penggunaan kalimat yang berlebihan dan pemborosan kata, disamping menghindari kemurkaan JS Badudu. So, selamat Idul Fitri!

# Taufik Munir


06 September 2010

Tips dan Trik Lancar Belajar

Posted On 22.30 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


الحمد لله الذى فضل على بنى آدم بالعلم والعمل على جميع العالم، والصلاة والسلام على محمد سيد العرب والعجم، وعلى آله وأصحابه ينابيع العلوم والحكم.
وبعد

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang memberikan keutamaan kepada bani Adam dengan ilmu dan beramal dengan segala alam, semoga rahmat dan salam tercurahkan kepada (Nabi) Muhamad SAW penghulu bangsa Arab dan Ajamdan juga kepada keluarga, dan kepada para sahabatnya, yang menjadi sumber segela Ilmu dan berbagai hikmah. Kemudian,


فلما رأيت كثيرا من طلاب العلم فى زماننا يجدون إلى العلم ولايصلون [ومن منافعه وثمراته ـ وهى العمل به والنشر ـ يحرمون] لما أنهم أخطأوا طريقه وتركوا شرائطه، وكل من أخطأ الطريق ضل، ولاينال المقصود قل أو جل،

setelah aku mengamati betapa banyak para pencari ilmu di era kami yang sangat gigih dalam menuntut ilmu, namun mereka tidak mendapatkan hasil atau manfaat dari ilmu-ilmu tersebut dan tidak pula mendapatkan buahnya. Buah ilmu adalah mengamalkan dan menyebarluaskannya –bahkan ada yang menghalangi penuntut ilmu karena sebab tertentu, dimana sang pencari ilmu salah dalam mengambil cara-cara mencari ilmu dan karena meninggalkan syarat-syaratnya. Kebanyakan mereka salah jalan makanya mereka tersesat dan tidak mendapatkan apapun dari yang dituju, sedikit atau banyak.

فأردت وأحببت أن أبين لهم طريق التعلم على ما رأيت فى الكتب وسمعت من أساتيذى أولى العلم والحكم، رجاء الدعاء لى من الراغبين فيه، المخلصين، بالفوز والخلاص فى يوم الدين، بعد ما استخرت الله تعالى فيه، وسميته: :
تعليم المتعلم طريق التعلم


Maka aku berharap dan ingin sekali menjelaskan kepada para pemburu ilmu tentang cara-cara menuntut ilmu berdasarkan yang aku lihat dari berbagai kitab dan dari apa yang aku dengar dari guru-guruku yang memiliki banyak ilmu dan hikmah, seraya berharap akan doa mereka untukku dari tangan orang-orang yang tengah menuntut ilmu dan orang-orang yang penuh ikhlas, agar aku mendapatkan kesuksesan dan selamat di hari Qiyamat. Setelah aku beristikharah kepada Allah SWT tentang kitab yang aku tulis ini, maka aku namakan kitab ini:

“Ta’limul Muta’allimi Thariqat Ta’allumi" (Panduan untuk Siswa, Trik-trik Belajar Efektif)


وجعلته فصولا:
1. فصل : فى ماهية العلم، والفقه، وفضله.
2. فصل : فى النية فى حال التعلم.
3. فصل : فى اختيار العلم، والأساتذ، والشريك، والثبات.
4. فصل : فى تعظيم العلم وأهله.
5. فصل : فى الجد والمواظبة والهمة.
6. فصل : فى بداية السبق وقدره وترتيبه.
7. فصل : فى التوكل.
8. فصل : فى وقت التحصيل.
9. فصل : فى الشفقة والنصيحة.
10. فصل : فى الإستفادة.
11. فصل : فى الورع.
12. فصل : فيما يورث الحفظ، وفيما يورث النسيان.
13. فصل : فـيمـا يجـلب الـرزق، وفيـما يمـنع، وما يزيـد فى العـمـر، وما ينقص.

Dan aku jadikan kitab ini dengan beberapa pasal, yaitu:
1. Fashal, menerangkan substansi Ilmu dan Fiqh serta keutamaannya.
2. Fashal tentang niat dalam mencari ilmu
3. Fashal tentang memilih ilmu dan pengajarnya (ustadz) , teman serta tempat.
4. Fashal menerangkan tentang penghormatan terhadap ilmu dan ahli ilmu
5. Fashal menerangkan tentang kesungguhan, kontinyuitas, dan semangat
6. Fashal, menerangkan tentang permulaan menimba ilmu, mengkalkulasi, dan rutinitas
7. Fashal, menerangkan tentang tawakkal
8. Fashal menerangkan tentang waktu menghasilkan ilmu
9. Fashal menerangkan tentang berkasih sayang dan nasehat
10. Fashal menerangkan tentang menimba manfaat ilmu
11. Fashal menerangkan tentang wara’ (menjaga kemuliaan diri)
12. Fashal menerangkan tentang faktor-faktor memperlancar hafalan dan faktor-faktor pembuat lupa
13. Fashal menerangkan tentang pintu-pintu pembuka rezeki dan faktor yang mempersulit rezeki, juga tentang hal-hal yang memperpanjang usia dan mengurangi usia.

وما توفيقى إلا بالله عليه توكلت وإليه أنيب

Dan tidak ada yang dapat memberi pertolongan kecuali hanya Allah. Hanya kepada Allah, aku  bertawakkal dan kepada-Nya pula aku akan kembali.


MAA ADROOKA MAA?

Posted On 17.17 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Catatan: Taufik Munir

"Sesungguhnya Kami turunkan ia di Malam Qadr. Tahukah kamu apa itu Malam Qadr? Malam Qadr itu lebih baik dari seribu bulan" (Al-Qadr: 1-3).

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi, dan sesungguhnya Kamilah yang menjadi pemberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Ia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Al-Dukhan: 3-6)

Dalam riwayat Ibnu Ishak, wahyu pertama pada awal surat al-Alaq turun pada bulan Ramadhan. Dan Rasulullah SAW, saat itu, sedang bertahannus di gua Hira.
Begitu banyak Hadis yang menyinggung perihal Lailatul Qadr, terutama tentang waktu terjadinya peristiwa besar itu. Dalam satu riwayat, Lailatul Qadr terjadi pada tanggal 21 Ramadhan. Sebagian lain, pada malam ke-27. Sementara yang lain mengatakan bahwa Lailatul Qadr terjadi pada 10 terakhir bulan Ramadhan. Sedangkan menurut mayoritas ulama menegaskan, Lailatul Qadar terjadi di seluruh malam bulan Ramadhan. Namun, tidak sedikit yang menyebutkan bahwa Lailatul Qadr turun pada malam-malam terakhir bulan Ramadhan.

***

Apa sih Lailatul Qadr itu?

Kita sepertinya akan terus bertanya makna dibalik Lailatul Qadr. Tanpa sadar kita sendiri sedang mengulang sebuah pertanyaan yang tertuang dalam Kalamullah: wa maa adroka maa lailatul qadr? (Tahukah kamu apa itu Malam Qadr?). Sesuai dengan derivasi 'qadr' yang mengandung banyak arti, secara etimologis qadr diartikan taqdir (kepastian). Adapula yang mengartikan tadbir (perenungan). Adapula yang mengartikan qimmah: sebuah supremasi, puncak keagungan. Sebagian ulama lain menafsirkan lailatul qadr sebagai maqam (posisi). Meski terdapat keragaman tafsir, baik dari barisan ulama tafsir sendiri maupun dari kalangan empu bahasa, namun kedua makna terakhir ini dianggap paling relevan, karena sesuai dengan dahsyatnya malam Lailatul Qadr, peristiwa turunnya al-Quran, wahyu dan risalah. Tak ada satupun yang lebih besar dan lebih hebat dari malam itu. Tak ada sesuatupun keagungan yang ditunjukkan Tuhan kepada hamba-Nya. Seperti yang termaktub di atas, malam itu lebih baik dari seribu malam. Tentu saja kata “seribu malam” tidak selamanya menunjukkan tahdîd (limitasi bilangan waktu tertentu) seperti yang biasa kita kenal. Melainkan untuk menunjukkan taktsîr, yang berarti variatif atau plural. Itu berarti Lailatul Qadr adalah "lebih baik dari beribu-ribu bulan" pada kehidupan umat manusia. Tentu terlalu murah kita mengartikan Lailatul Qadr dengan makna lahiri yang amat kecil di mata Allah swt. Terlalu gegabah kita memberi arti yang tak pantas bagi kesyahduan Lailatul Qadr yang lebih mahal dari seribu bulan itu. Apakah tidak lebih baik kita pusatkan perhatian kita tidak pada 'cahaya dari langit' yang kita asumsikan sebagai Lailatul Qadr? Apakah tidak lebih baik jika kita bertanya sendiri: sudah siapkah bathin kita untuk menerima Lailatul Qadr? Bagaimanakah kesiapan mental, kejernihan hati, ketulusan jiwa, keadilan pikiran, kepenuhan iman kita, serta totalitas iman dan kepasrahan jiwa kita? Bertapalah dengan puasa, bersunyilah dengan i'tikaf, berkontemplasilah bersama penciptaan-Nya.

Barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul Qadr, niscaya diampuni dosa-dosanya yang sudah lewat. (HR. Bukhari-Muslim)

***

Uh, betapa sombongnya manusia. Karena kedunguan dan kedangkalan nalarnya dalam mengetahui Lailatul Qadr, mereka sendiri akhirnya melupakan hakekat malam teristimewa itu, ia lalai akan keagungannya. Dengan pongahnya mereka berseliweran di jalan-jalan, berdansa di klub-klub, bercanda, bernyanyi dan bercengkerama antar muda-mudi, yang tak ada manfaatnya di dunia terlebih lagi di akhirat.

Karena itu ketika mereka melalaikan malam berkah di bulan Ramadhan, maka itu berarti mereka melupakan mutiara yang paling indah dan kehilangan kebahagiaan dan kedamaian hakiki --ketenangan hati, sakinah dalam rumah tangga, dan ketentraman sosial-- yang dianugerahkan Islam. Mereka tak akan mendapatkan penggantinya dari pintu-pintu bendawi yang menganga, peradaban yang kering akan makna spiritualisme. Semua akan luluh lantak kendati penciptaan produk-produk mercusuar mencapai pada tarap paling puncak sekalipun. Semua musnah meskipun dibanjiri dengan beraneka ragam fasilitas hidup yang menggiurkan.

Kita diberikan “mandat” oleh Allah swt untuk tidak 'menganggap enteng' Lailatul Qadr. Rasulullah SAW sebagai suri tauladan menghidupkan malam dengan kepasrahan jiwa, menghiasi malam dengan zikir dan dan doa yang teduh untuk menghidupkan kembali nostalgia yang indah itu agar kita mampu menggapainya, mencapai luksuri dunia. Allaahumma innaka ‘afuwwun kariim, tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anna ya kariim. Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Mulia. Maka ampunilah kami, wahai Yang Mulia.[] Taufik Munir


Anugerah Puasa Ramadhan

Posted On 17.01 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Oleh: Taufik Munir

Abu Umamah bertanya kepada Rasulullah saw tentang perilaku apa yang semakin mendekatkannya kepada Allah, amal apa yang meninggikan derajat keagamaannya, serta pahala apa yang akan membimbingnya ke surga. Rasulullah menjawab singkat, "Puasalah. Karena manfaat puasa tak ada bandingnya". (HR. Nasaa'i).

Rupanya inilah rahasia mengapa para sahabat lain dan salafussalih berjibaku berpuasa, baik pada bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan. Terbukti di siang hari tidak pernah dapur rumah Abu Umamah mengepul saking konsistennya berpuasa. Begitupula ummul mukminin Aisyah rha. Beliau rajin berpuasa dan selalu berusaha puasa.

Fadhilah puasa Ramadhan dijelaskan oleh Rasulullah saw pada khutbahnya di akhir bulan Sya'ban, "bulan ini adalah bulan yang Allah jadikan puasa sebagai kewajiban dan bangun malam sebagai kesunahan. Barang siapa yang taqarrub kepada Allah dengan satu jenis kebajikan, seakan-akan ia melaksanakan satu fardhu selainnya. Barang siapa melaksanakan satu fardhu, ia seakan melaksanakan 70 fardhu selainnya.

Inilah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran balasannya hanya surga".Puasa mempunyai beberapa hikmah, diantaranya untuk menembus keluhuran spiritualitas manusia, memberangus dosa dan maksiat, serta memperkuat penolakan terhadap hal-hal yang halal. Sehingga kalau yang terakhir ini terjadi, berarti penolakannya terhadap sesuatu yang diharamkan menjadi terasa enteng.

Namun ada satu sasaran yang jauh lebih agung daripada itu, yaitu agar manusia mencapai derajat ketakwaan yang lebih tinggi. (QS. Al-Baqarah [2]: 183).

Oleh karena itu puasa juga bertingkat-tingkat. Menurut Nabi, puasa yang tinggi nilainya adalah puasa yang tidak diikuti dengan noda-noda dosa. "Siapa saja yang puasa sehari dengan mengharap ridha Allah, dan ia tamatkan puasanya seperti itu (hingga sebulan), maka ia akan masuk surga".

Al-Quran menyebut bulan puasa Ramadhan sebagai bulan al-Quran. Baik puasa ataupun al-Quran, kedua-duanya memberikan syafaat. Jika umat Islam yang berpuasa diberikan syafaat karena menolak makan-minum dan mengekang syahwat, sedang al-Quran memberi syafaat karena al-Quran mampu menggeser waktu tidur kita lebih lambat dari biasanya. Dalam Hadis dinyatakan: "bacalah al-Quran, sesungguhnya al-Quran akan memberi syafaat bagi pembacanya di hari Kiamat". (HR. Muslim).

Begitu istimewanya bulan Ramadhan, sampai-sampai Allah swt akan menghadiahi pintu sorga, khusus untuk orang yang berpuasa, yaitu sorga Rayyan. "Semua amal anak Adam hanya untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Ia khusus untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya", begitu firman Allah dalam Hadis riwayat Bukhari. Wallahu a'lam.