14 Juli 2010

Makhluk Ber-IQ Rendah (Sebuah Refleksi Diri)

Posted On 15.05 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

by: Religiusta *)

Si monumentum requiris, circum spice!
Bagi saya yang yakin dengan kedahsyatan IQ rendah yang diberikan Allah swt kepada saya untuk memahami al-Islam sebagai dien, huda dan rahmat, alhamdulillah saya dapat merasakan keagungan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw sebagai penyejuk hati dan pencerah bathin sekaligus penawar hati dan emosi. Dengan kata lain, IQ-rendah yang saya miliki bagi saya memiliki kedudukan yang sangat vital. Saya tidak akan menafikan ni'mat Allah yang 'sangat besar' ini. Beberapa hari yang lalu saya mendengar berita yang membuat saya sedih hingga kini: seorang bapak terisak-isak di depan pewawancara liputan6 SCTV. Sang suami itu ngilu karena hingga kini isterinya yang baru saja melahirkan anak kedua didera kelumpuhan otak. Dia tak bisa lagi bersenda gurau dengan suami, merawat buah hati tercintanya, bahkan untuk mengganti popok dirinya sendiri ia sudah tak mampu. Sang isteri hanya bisa meraung-raung bagai harimau, atau "bahkan lebih rendah dari binatang" kata sang narator Liputan6. 


Jika anda ingin bersyukur dengan anugerah otak yang diberikan Allah, lihat hikmah dibalik peristiwa yang masih aktual hingga kini. Silakan cek sekarang di liputan6.com. Barangkali sumbangsih cerita tersebut dapat menggugah emosi dan spiritual kita, bahwa ada "sesuatu" di balik keperkasaan yang kita banggakan sekarang ini.  

Teman-teman, sungguh, dengan perasaan yang tulus ikhlas, saya sangat mensyukuri IQ rendah yang saya miliki sekarang. Alhamdulillah, dengan akal yang pas-pasan ini pula saya bisa memberikan klarifikasi di pagi yang indah ini (di sini pukul 7:15 pagi, atau jam 11:15 pagi waktu Jakarta).
Sang perawat dan dokter serta ahli medis yang sengaja didatangkan dari luar kota itu tak mampu "memperbaiki" kerusakan memori di otak sang pasien. Bagi sang suami, ini adalah kelam; kegelapan membumbung dalam kekelaman hatinya. Hanya nestapa, dan tak mampu berbuat apa-apa. Kalaupun ia sanggup untuk mendatangkan spesialis otak dari Jerman yang kesohor itu, apakah ia yakin kebahagiaan kedua sejoli itu dapat dikembalikan? Ingat, si cantik yang manja itu kini "lebih rendah dari binatang".

Sementara saya, anda, atau manusia di belahan dunia mana saja yang tidak mampu menciptakan seekor 'coro'-pun(!), sudah berani mencerca makhluk ciptaan Allah yang bernama otak atau Intelegensia Quotient yang tak terperikan harganya itu.

Firaun juga cerdas, ber-IQ tinggi, dan piawai menghimpun massa. Si Faraoh (alias Firaun) itu lantas berubah polah menjadi diktator, super-otoriter, megalomania, arogan, egois bahkan mengaku digdaya hingga ditenggelam-kan Tuhan di Terusan Suez, hanya dalam sekejap mata!
Kini, keluarga Ramsis II itu terbaring kaku di museum dengan tulang berbalutkan kulit doang. Maha benar Allah, manusia model gini musti diabadikan, biar menjadi pelajaran bagi generasi sekarang dan masa datang. (Lihat: QS. Yunus:92).

Karena itu, mari kita sama-sama renungkan pepatah di atas, if you seek a monument, look about you!

 "Hai orang yang beriman! Jauhilah terlalu banyak sangka menyangka. Sungguh, sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah saling memata-matai, dan janganlah saling memfitnah…."

- Q.S. 49 Al Hujurat (Bilik-bilik) Ayat 12 -



Untuk Anda yang ber-IQ atau ber-emosi tinggi

Alhamdulillah sekarang saya menyadari bahwa IQ saya rendah, bahkan ketika kedua orang tua dan semua dokter tak pernah tahu menahu tentang hal ini. Ketika saya sholat lima waktu, tahajjud atau istikharah, Tuhan pun tak pernah menunjukkan perkara penting ini. Namun rupanya ada seorang sahabat yang sekali-kali 'bertemu' sejam-dua jam di room ISDN, mampu mendeteksi kekurangan saya. Sungguh ajaib, melebihi buraq yang terbang bersama Muhammad di langit semesta, membantu 'sang tuan' menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia tentang tamsil-tamsil neraka-sorga! 

Sungguh, saya baru tahu sekarang.

Kendati begitu: saya tetap bersyukur, karena IQ juga bukan segala-galanya. Tuhan masih memberi peluang lain kepada saya agar tidak hanya 'berfikir'. Sebab, jika itu yang anda perhitungkan, maka tunggulah nanti saat kecerdasan emosi anda menurun. Apakah anda berfikir bahwa setiap kali skor kecerdasan otak naik, maka kecerdasan emosi juga naik? Apakah ada SATU penelitian (saja) yang bisa meyakinkan saya bahwa tiap kali kecerdasan otak anda di atas rata-rata, maka kecerdasan spiritual anda juga mencapai puncak?

Mohon maaf, karena saya ber-IQ rendah tentu saya tak bisa menjawab pertanyaan di atas, apalagi menjamin kebenaran asumsi saya ini. Karenanya, silakan bagi anda yang ber-IQ tinggi untuk membaca satu halaman saja dari karangannya 'akang' Daniel Goleman, dalam Working with Emotional Intelligence. Buku yang diterbitkan Bantam Books (New York) itu sempat 'in' di tahun 1999.

Kata 'mas' Daniel itu, tahun 1918 di Amerika Serikat diadakan suatu survery besar-besaran tentang IQ. Kesimpulannya sungguh mengenaskan: sementara skor IQ seseorang tinggi, kecerdasan emosi mereka justeru cenderung turun. Sebuah paradoks yang sangat membahayakan, sekaligus juga mengkhawatirkan. Kalau mau dipukul rata-rata, orang-orang sekarang tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan lebih sulit diatur, lebih gugup, cemas, impulsif dan agresif. (Hal. 13).

Lalu apa hubungannya?
Maksud saya begini: manakah yang lebih penting, IQ (kecerdasan akal), EQ (kecerdasan emosi) atau SQ (kecerdasan spiritual)?

Menurut saya yang ber-IQ rendah, semua penting. Tentu saja tidak bagi anda yang ber-IQ tinggi. Anda atau Robbert K. Cooper, Ph.D. mungkin punya pendapat yang sama bahwa "kecerdasan emosi dan spiritual jauh lebih penting!" Mengapa? Karena "hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak atau pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayan".

Kalau memang kecerdasan emosi dan spiritual itu tidak lebih penting dari IQ, mengapa musti ada syahadat yang menjadi pusat mission statement, membulatkan tekad, membangun visi, menciptakan wawasan, men-transformasi visi, serta komitmen total? Jika IQ lebih penting dari segalanya mengapa kita musti sholat yang mensimulasi kita untuk tetap enjoy (relaksasi), membangun pengalaman positif, serta mampu mengasah semua prinsip kehidupan kita? Jika memang IQ itu "segalanya" (menurut anda), toh mengapa Tuhan masih saja mencekoki kita dengan kewajiban puasa sebagai kendali diri nafsu hewaniah? Lantas mengapa puasa menjadi sumber peningkatan kecakapan EMOSI secara fisiologis? Mengapa tidak dengan metode lain saja? Mengapa harus ada zakat yang --kata amir pengajian saya--dapat membangun landasan koperatif dan mampu menginvestasi kepercayaan, komitmen, kredibilitas, keterbukaan, empati dan kompromi? Setelah keempat itu usai kita lakukan, mengapa harus pula ada kewajiban menunaikan ibadah haji sebagai total action kemusliman kita?

Dengan kata lain, mampukah IQ yang tinggi itu dapat mengatasi segala ketimpangan sosial tanpa ada EMOSI empati dan kompromi dengan semangat kooperatif untuk membagi anugerah limpahan karunia harta kepada orang lain? Saya hanya bertanya satu hal ini saja, plus pertanyaan di atas. Mampukah?
Marilah kita merenung sejenak, lantas bermuhasabah diri: betapa kita tak mampu berbuat apa-apa jika dihadapkan dengan ketetapan Sang Pencipta: itulah kewajiban yang musti kita lakoni, demi emosi dan spiritualitas kita. BUKAN OTAK!

Saya yang ber-IQ rendah, tidak bergelar ustadz atau kiyai, menjadi malu seandainya tulisan ini dibaca oleh orang-orang cendikia, apalagi oleh seorang amir yang tingkat kecerdasan spiritualnya tinggi, penuh tawadhu dan lapang dada. Sebab, meminjam istilah Robert Stenberg, "bila IQ yang berkuasa, ini karena kita membiarkannya berbuat demikian. Dan bila kita membiarkannya berkuasa, kita telah memilih penguasa yang buruk".

Hanya kepada Allah swt pemilik IQ, Emosi dan Spiritual manusia serta penggenggam alam semesta, saya yang dhaif ini berserah diri.

Kebanyakan mereka hanya mengikuti dugaan semata. Sungguh, dugaan tiada berguna sedikitpun melawan kebenaran. Sungguh, Allah Mengetahui segala yang mereka lakukan.

- Q.S. 10 Surah Yunus (Nabi Yunus) Ayat 36 -


*)  Religiusta atau Taufik Munir, Nick yang biasa anda temukan bersama: danyon007 [Komandan Batallion], aa_funky [GUNDALA putra-petir], ahmad_markonah, siti_marzuki, religiusta, banpol [Bantuan_Polisi], dan Tenth_District. Beberapa waktu lalu account "religiusta" tak bisa dibuka, sebagai penggantinya menggunakan "relligiousta". E-mail: religiusta@softhome.net atau religiusta@yahoo.com, phone: +622197477764.


12 Juli 2010

HADIS-HADIS LEMAH DAN PALSU

Posted On 21.48 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

1. Hadis "Lima perkara yang membatalkan puasa dan wudhu: berdusta, mengadu-domba, menggunjing orang, melihat dengan birahi, dan sumpah palsu".
Hadis Kazib/bohong (sumber: Al-'Ilal 354/1. Al-fawa'id al-Majmu'ah, hal. 94).

2. "Allahumma laka shumtu, wa 'ala rizqika afthortu (Ya Allah untukmu aku berpuasa, dan atas rizkimu kami berbuka".
Hadis Dhoif.  (Sumber: Al-Talkhis al-Khabir 202/2).

3. Hadis: "Awal bulan puasa adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhir ramadhan pembebasan dari api neraka".
Hadis Dhoif (Sumber: Mizan al-I'tidal 369/2, Al-silsilah al-dhaifah nomor 1569).

4. "Kalau para hamba-Ku  mengetahui apa yang terdapat di bulan Ramadhan, niscaya semua hamba-Ku berharap satu tahun seluruhnya ramadhan".
Hadis Maudhu (Sumber: Al-Fawaid al-Majmu'ah, hal.88).

5. "Tiap segala sesuatu ada zakatnya, dan zakat jasad adalah puasa". "Puasa adalah setengah daripada sabar".
Hadis Dhaif. (Sumber: misbah al-zujajah, nomor 633).

6. "Berpuasalah, niscaya kau akan sehat". Maudhu (Sumber: al-Fawaid al-Majmu'ah, hal. 90).

7. "Jangan katakan ramadhan, karena sesungguhnya ramadhan adalah salah satu dari asma Allah, tapi katakanlah Bulan Ramadhan".
Bukan Hadis Shahih (Sumber: Tanzih al-Syari'ah 153/2).

8. Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sholat pada bulan suci Ramadhan 20 rakaat, dan satu witir".
Dhoif (Sumber: Fathul Bari 299/4).

9. "Barang siapa berbuka (tidak puasa) satu hari di bulan Ramadhan di al-hadhr, maka hadiahkan satu onta betina. Kalau tidak ada maka hendaknya ia memberi makan 30 sha' kurma kepada orang-orang miskin".
Hadis Bathil (Sumber: Mizan al-I'tidal 160/2).

10. "Barangsiapa berbuka satu hari tanpa rukhsoh tidak pula karena uzur, maka wajib baginya berpuasa tigapuluh hari. Barangsiapa yang berbuka dua hari, maka wajib baginya maka wajib baginya (berpuasa) 60 hari. Dan barangsiapa berbuka tiga hari, maka wajib baginya (berpuasa) 90 hari".
Hadis ini tidak ada asalnya (Sumber: Tanzih al-Syariah 148/2).

11. "Barangsiapa tidak berpuasa selama sehari tanpa sebab atau penyakit, maka ia tidak terhitung puasa setahun meskipun ia melakukannya" Hadis Dhoif (Fathul Bari 191/4).

12. "Bulan Ramadhan tergantung antara langit dan bumi, dan tidak diangkat kepada Allah kecuali dengan zakat fitri", Hadis Dhaif
(Sumber: Faidh Al-Qadir 166/4).

13. "Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan ummatku".
Hadis Kizb/Dusta (Sumber: Al-Mannar al-Munif 168, dan Al-Fawaid al-Majmu'ah hal. 100).

14. "Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan yang lain seperti keutamaan al-Quran atas kalam (ucapan) yang lain. Keutamaan bulan Sya'ban atas bulan-bulan yang lain laksana keutamaanku atas para Nabi. Dan keutamaan bulan Ramadhan bagaikan keutamaan Allah atas seluruh hamba-hamba-Nya",
Hadis Maudhu/Palsu (sumber: Al-Asrar al-Marfu'ah no. 642).

15. "Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan"
Hadis Dhaif (sumber: Al-Azkar Nawawi, hal. 274).

16. "Barangsiapa sholat fardhu maka doanya mustajab, dan barangsiapa menamatkan al-Quran maka doanya mustajab"
Hadis Dhaif (sumber: Majma' Al-Zawaid 172/7).

17. "Apabila seorang hamba menamatkan al-Quran maka 60.000 malaikat akan turut mendoakannya"
Hadis Maudhu/Palsu (sumber: Al-Fawaid al-Majmu'ah hal. 310).

18. "Barangsiapa menghidupkan empat malam maka wajib baginya Surga: (yaitu) malam Tarwiyah, malam Arafah, malam iedul Qurban dan malam iedul Fitri"
Tidak Benar (Faidh Al-Qadir 39/6).

19. "Barangsiapa menghidupkan malam Fitri dan malam Qurban maka tidak mati hatinya di hari matinya semua hati [hari Kiamat]"
Hadis Maudhu (sumber: Faidh Al-Qadir 39/6).

20. "Sebagian sunnah Nabi ialah 12 rakaat setelah ied Fitri dan enam rakaat setelah Ied Adha".
Hadis ini tidak ada asalnya (Al-Fawaid Al-Majmu'ah, hal. 52).


BUNGA

Posted On 21.36 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

izinkan kucinta bunga yang mewarna di taman sukma
kembang berkembang bunga yang tak mengembang
di taman hati yang tak pernah mati

aku ada diantara dua hati
antara hidup dan mati
tapi aku selalu mencari hidup
walau masih tetap redup

dimana cinta yang benama cinta
kukenali bunganya agar tetap menganga.
di sanubari hati yang ingin mati

cintailah bunga-bunga yang mekar di taman
di trotoar jalanan
yang layu atau tapi tidak melaju.

cintailah bunga-bunga yang berkembang dan berkembang
banyak bunga yang berkembang
sewarna merah darah, sekuning layu kemuning.
banyak bunga yang tak berkembang


10 Juli 2010

Tangis Pipiet Senja

Posted On 00.17 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Aku harus bersikap demikian. Sebab terlalu riskan, terlalu menghebohkan, dan malah hanya akan menyusahkan semuanya saja bila melibatkan keluargaku. Butet akan menangis dan takkan mau beranjak dari sisiku, berarti dia tak bisa sekolah, ikut nelangsa. Haekal juga akan meninggalkan kuliahnya, pekerjaannya, dan mungkin terpaksa mengabaikan istrinya. Hanya untuk mengurusku?
Suatu kali pernah kejadian seperti begini. Haekal malah melibatkan istrinya, Seli dan orang tuanya. Seli dan ayahnya sibuk membawakan segala keperluan opname, malam-malam datang ke UGD. Sudah menyita perhatian, tenaga dan pikiran, mereka pun menawarkan sejumlah uang untuk membantuku.

Aduuuh, aku jadi sangat malu diri!
Tidak, biarlah begini saja, kesahku menelan segala pilu di hati. Tapi manakala kepiluan itu sudah mencapai ubun-ubun, hingga aku takut menjadi munafik dan menyumpah-serapahi segalanya yang kurasai sebagai beban deritaku… Kliik!

“Mbak Retno, mohon doanya, doanya, doanya,” erangku melalui es-em-es kepada murobiyahku tersayang.

Ya Robb, betapa hamba begini daif!

Dalam sekejap balasan es-em-es bernada menyemangati, doa-doa dari saudari-saudariku di liqoh pun berhamburan masuk melalui ponselku. Mbak Retno memberikan satu-dua ayat penyemangat, mengingatkan kita tentang kesabaran, ketawakalan dan istiqomah. Mbak Ifat menawarkan bantuan. Mbak Dewi, Mbak Sari, Mbak Melia, Mbak… semuanya saja, oh, mereka sama mendoakanku!

Bahkan Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia tiap beberapa jam menanyai kondisiku. Sesungguhnya mereka menanyai keberadaanku, tetapi aku tidak mengungkapkannya. Yang kuminta hanyalah doa, doa, doa… dan doa!

Sepanjang malam itu aku memang merasa ditemani, diberi semangat dari berbagai pelosok dunia. Satu es-em-es yang kulayangkan kepada satu orang, begitu cepat menyebar… Keajaiban era globalisasi!

“Titaq nangis membayangkan mbakku sayang terbaring sendirian. Duh, kalau saja mampu, Taq pasti terbang menemani Teteh,” Muttaqwiati, penulis produktif dari Brebes, dan salah satu daiyah yang sering kujadikan tumpahan curhatku.

“Kami doakan Teteh senantiasa tabah, diberi kekuatan oleh Allah Swt,” Mukhlis Rais, Taufik Munir dan Saiful Bahri dari Kairo.

“Teteh lagi ditransfusi sendirian, ya? Saya hanya bisa melayangkan doa, ya Teteh sayang,” Yudith Fabiola di Singapura.
“Kami percaya, Teteh akan sanggup bangkit, sebab Teteh seorang yang tegar!” Nindya di Negeri Sakura.
“Tabah dan tawakal, ya teteh sayang,” Yayuk, Novianti dan Sisca dari Bengkulu.
Aku tahu, mata hatiku masih bisa menatap warna pelangi, langit jingga yang meliputi batinku, jiwaku… Menerobos kungkungan ruang serba steril ini!

Kekuatan itu, di sana, berhasil kugapai kembali!
Alhamdulillah, terima kasih, ya Robb…
Ternyata begitu banyak orang yang memperhatikan, menyayangi dan mendoakan diri yang lemah ini. Aku tak pernah sendiri!

Saat-saat itulah aku punya kesempatan untuk merehatkan tubuh, sementara darah menetes melalui selang transfusi. Aku berusaha untuk tidak memikirkan apapun lagi selain diriku sendiri. Doa, zikrullah, hanya itu yang bisa membuatku kembali bangkit dan bersemangat.

Dan memang inilah hak itu!
Tubuh ini, badan ini… dia pun punya hak. Semua bisa menuntut haknya, tetapi kita memang harus memilah-milah mana yang harus diprioritaskan, ditunda atau bahkan ditolak.

Ketika keesokan paginya slang transfusi telah dilepas, dokter memperbolehkanku pulang, aku tidak langsung mencari kendaraan. Mampir di mushola rumah sakit, tak jauh dari kamar jenazah. Kudirikan sholat dhuha, dan lama aku tepekur di ruang yang hening itu.

Ada suatu rasa, suatu kepasrahan yang berbanding lurus dengan semangat baru, ghirah dan tekad baru. Namun, kutahu itu berbaur pula dengan demam, meriang yang meruyak sebagai reaksi darah asing bergolak dalam tubuhku. Tidak, aku tak boleh membiarkannya melemahkan diriku kembali!

Ponselku berbunyi, kulirik nomernya dari Butet.
“Mamaaa…! Masih di Cimahi, ya?” serunya terdengar riang.
“Butet lagi di mana?”
“Di sekolah atuh… Mama kapan pulangnya?”
“Eeee… ini juga mo pulang kok.”
“Emang ada apa sih mendadak ke Cimahi? Oma sakit, ya?”
“Eee…, nggak, Oma sehat-sehat saja. Sudah, ya, Mama mo pulang nih! Butet minta dibeliin apa?”
“Gak usah deh, Mama pulang selamat aja… Mmmuuah!”

Aku tercenung. Orang di rumah mengiraku pergi ke Cimahi. Masih mujur, tak ada yang menelepon langsung ke Cimahi.

Maafkan Mama sudah dusta, Butet. Mama tak mau kalian heboh gara-gara penyakit Mama.
Penyakit abadi yang Tuhan berikan ini, thallassaemia ini…
Ternyata telah begitu banyak melimpahiku warna pelangi, langit jingga di hatiku. Kepenulisan, profesi, saudara-saudara, teman, karya, kreativitas, kebahagiaan, kepedihan, perjuangan, dukacita dan… banyak hal!

Aku selalu berharap penyakitku takkan dijadikan alasan suamiku untuk berpoligami. Aku telah mempersembahkan dua orang anak yang sehat, enerjik, kreatif dan pintar-pintar.

Dan aku telah membuktikan kepada dunia; seandainya tidak thallassaemia kemungkinan sekali aku malah takkan pernah menjadi seorang penulis!

Menulis ternyata juga merupakan terapi yang sangat, sangat… pas!
Inilah hidupku yang dianugerahkan Tuhan kepadaku. Kusebut ini sebagai lautan pelangiku, langit jingga, meskipun itu hanya dalam hatiku. Aku masih ingin menulis, menulis, menulis hingga ajal menjemputku suatu hari nanti…

Sumber: http://pipietsenja.multiply.com/journal?&=&page_start=200


07 Juli 2010

Dari Isra Sosial hingga Mi'raj Spiritual

Posted On 01.34 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

DI PENGHUJUNG tahun keempat kerasulan Muhammad SAW, jumlah umat Islam sedikit demi sedikit mulai bertambah, sementara eskalasi kebencian kaum musyrikin Mekkah semakin menjadi-jadi. Masing-masing kelompok bersikeras dengan sikapnya. Kepongahan kaum musyrikin sudah melampaui ambang batas, mereka menyiksa tokoh-tokoh Islam yang memiliki kedudukan penting. Seorang bapak menyiksa anak, ibu memusuhi putera sendiri, para “tuan” menyiksa budaknya. Bahkan mereka tak segan-segan menyiksa Rasul yang mulia. Rupanya kaum pendurhaka itu tahu bahwa melukai Rasulullah taruhannya sangat besar. Tak ayal, akhirnya para sahabat yang menjadi taruhan: mereka disiksa siang-malam tiada henti. Paman Nabi, Abu Thalib, ---yang mempunyai kedudukan terhormat di suku Quraisy saat itu-- berusaha melerai.

Penyiksaan itu terus berlanjut. Di awal tahun kelima kenabian, penyiksaan mencapai klimaksnya. Tak tahan menderita siksa dan ancaman, sebagian sahabat meminta izin kepada Rasulullah untuk pergi ke luar Mekkah. Wahyu segera turun, menyebutkan bahwa bumi masih terhampar luas untuk disinggahi. Firman Tuhan itu bahkan menyuruh mereka bersabar atas segala cobaan hidup: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. Bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". (QS Azzumar: 10).



Rasulullah merenung sejenak. Tampaknya Rasulullah saw sadar bahwa kerajaan Habasyah saat itu tidak diganggu tangan-tangan jahil. Maka Rasulullah saw mengarahkan sahabat yang hendak hijrah untuk pergi ke Etiophia. Saat itu jumlah mereka yang hijrah hanya enam belas orang, dua belas laki-laki dan empat orang perempuan yang dikomandani langsung oleh Utsman bin Affan ra dan isterinya, Raqiyyah binti Rasulullah saw. "Mereka (Ustman dan Raqiyah) adalah 'rumah' pertama hijrah fii sabilillah, setelah Ibrahim dan Luth alaihimassalam", kata Rasulullah. (Zaadul Ma'ad: 1/24).


Yang menarik, para pentolan yang memiliki semangat hijrah pada saat itu ternyata orang-orang yang memiliki power secara politis di masyarakat. Bisa dilihat misalnya hampir seluruh kaum imigran itu adalah dari suku Quraisy, selain Abdullah Ibnu Mas'ud ra. Kita bisa merenungkan apa faktor yang menjadi penyebab mereka terdorong berhijrah sebelum para sahabat lain melakukan hal yang sama?
Wallahu a'lam. Namun yang pasti para sahabat ketika itu mempunyai obsesi yang sama, yaitu menutupi semua kekurangan yang dapat mencederai kesempurnaan "tour" yang penuh berkah tersebut. Seandainya para pelaku hijrah (kaum muhajirin) itu dipilih hanya orang yang berdaya lemah dalam konsolidasi, sosialisasi dan beradaptasi dengan keturunan Quraisy, sedangkan pihak lawan ---kaum musyrikin Mekkah--- lebih unggul dari mereka, sesuatu yang mengerikan pasti terjadi: mereka akan digempur habis-habisan oleh kaum Musyrikin di tengah perjalanan ke Etiophia. Bayangkan, tidak ada seorang anggota keluargapun yang mencegah nabi dan sahabat hengkang dari tanah yang dicintainya menuju suatu jarak yang sangat jauh, tak ada ikatan emosional apapun yang merajut simpul-simpul ukhuwah mereka untuk menjadi tameng atas darah saudaranya sendiri.


Tapi itu tidak terjadi, dan orang-orang pilihan Rasulullah saja yang akhirnya berimigrasi ke Ethiopia.
Panglima muhajirin adalah tulang punggung kontruksi sosial kaum Quraisy. Karena itu, kaum musyrikin itu tak mungkin sanggup memerangi mereka sebelum para sahabat menginjakkan kaki di Ethiopia. Di sinilah mukjizat itu terjadi: para sahabat memilih Rajab -bulan yang diagungkan kaum musyrikin untuk berperang menghadapi kaum Muslimin- demi kenyamanan perjalanan hijrah itu sendiri. Karenanya tidak ada perang meletus, tak ada darah yang dihalalkan pada bulan tersebut.
Mereka mengorbankan kenikmatan dunia dan sesuap nasi karena keimanan di dasar kalbu meluapkan hati menjadi cahaya yang memancar penuh benderang, mengusap kalbu hingga mensucikan dari segala aspek kebendaan duniawi sebagai manifestasi cinta dan wujud pengagungan terhadap-Nya. Tak ada rasa takut, kecewa, gundah atau gulana selain mengikuti garis-garis ridha dan menjauhi kemurkaan-Nya.


Demikian itu adalah sunnatullah yang tak bisa ditawar-tawar atau ditukar dengan apapun. Allah mengingatkan tentang sesuatu kaum yang akan memporandakan pondasi iman kaum Muslimin, namun pertolongan Allah tak akan pernah menyalahi kontinyuitas keimanan kaum Muslimin. Allah swt berfirman:
Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami, atau kamu kembali kepada agama kami".
Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: "Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu, dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu orang-orang yang takut kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku"
. (QS. Ibrahim:13-14).



Dengan ketundukan mutlak, para sahabat ra. 'merespon' perintah Allah swt dan rasul-Nya, tidak mengenal kata menyerah untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, sekalipun kondisi sangat tidak memungkinkan. Jika mereka sekarang berada di saat seperti sekarang ini, dimana umat manusia nyaris kehilangan suri tauladan para pembesar, merekalah sebenarnya yang layak menjadi pemimpin atau mungkin mahaguru kemanusiaan di dunia saat ini.
Pada bulan ini ---pada tahun kesepuluh kenabian---, terjadi peristiwa besar perjalanan Isra Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, serta Mi'raj ke langit ketujuh dalam cahaya Qudus. Dalam “Hayatu Muhammad”, Muhammad Husein Haekal menukil karya Dermenghem ketika ia merekam peristiwa agung tersebut dengan kalimat-kalimatnya yang indah:
"Pada tengah malam yang sunyi dan hening, burung-burung malampun diam membisu, binatang-binatang buas sudah berdiam diri, gemercik air dan siulan angin juga sudah tak terdengar lagi, ketika itu Muhammad terbangun oleh suara yang memanggilnya: "Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" Dan bila ia bangun, di hadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril dengan wajah yang putih berseri dan berkilauan seperti salju, melepaskan rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan pakaian berumbaikan mutiara dan emas. Dan dari sekelilingnya sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya memegang seekor hewan yang ajaib, yaitu buraq yang bersayap seperti sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul, dan Rasulpun naik.
Maka meluncurlah buraq itu seperti anak panah membubung di atas pegunungan Mekah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu berhenti di gunung Sinai di tempat Tuhan berbicara dengan Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan. Sesudah itu kemudian meluncur di udara. "Sementara itu ada suara-suara misterius mencoba menghentikan Nabi, orang yang begitu ikhlas menjalankan risalahnya. Ia melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menghentikan hewan itu di mana saja dikehendaki-Nya.
Seterusnya mereka sampai ke Baitul Maqdis. Muhammad mengikatkan hewan kendaraannya itu. Di puing-puing kuil Sulaiman ia bersembahyang bersama-sama Ibrahim, Musa dan Isa. Kemudian dibawakan tangga, yang lalu dipancangkan diatas batu Ya'qub. Dengan tangga itu Muhammad cepat-cepat naik ke langit.
Langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap langit itu dijaga oleh malaikat, supaya jangan ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit inilah Muhammad memberi hormat kepada Adam. Di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhan. Pada keenam langit berikutnya Muhammad bertemu dengan Nuh, Harun, Musa, Ibrahim, Daud, Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa. Juga di tempat itu ia melihat Malaikat maut Izrail, yang karena besarnya jarak antara kedua matanya adalah sejauh tujuh ribu hari perjalanan. Dan karena kekuasaanNya, maka yang berada di bawah perintahnya adalah seratus ribu kelompok. Ia sedang mencatat nama-nama mereka yang lahir dan mereka yang mati, dalam sebuah buku besar. Ia melihat juga Malaikat Airmata, yang menangis karena dosa-dosa orang, Malaikat Dendam yang berwajah tembaga yang menguasai anasir api dan sedang duduk di atas singgasana dari nyala api. Dan dilihatnya juga ada malaikat yang besar luar biasa, separo dari api dan separo lagi dari salju, dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang merupakan kelompok yang tiada hentinya menyebut-nyebut nama Tuhan: O Tuhan, Engkau telah menyatukan salju dengan api, telah menyatukan semua hamba-Mu setia menurut ketentuan-Mu.
Langit ketujuh adalah tempat orang-orang yang adil, dengan malaikat yang lebih besar dari bumi ini seluruhnya. Ia mempunyai tujuhpuluh ribu kepala, tiap kepala tujuhpuluh ribu mulut, tiap mulut tujuhpuluh ribu lidah, tiap lidah dapat berbicara dalam tujuh puluh ribu bahasa, tiap bahasa dengan tujuhpuluh ribu dialek. Semua itu memuja dan memuji serta mengkuduskan Tuhan.
Sementara ia sedang merenungkan makhluk-makhluk ajaib itu, tiba-tiba ia membubung lagi sampai di Sidratul-Muntaha yang terletak di sebelah kanan 'Arsy, menaungi berjuta-juta ruh malaikat. Sesudah melangkah, tidak sampai sekejap matapun ia sudah menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan daerah-daerah cahaya yang terang-benderang, lalu bagian yang gelap gulita disertai berjuta-juta tabir kegelapan, api, air, udara dan angkasa. Tiap macam dipisahkan oleh jarak 500 tahun perjalanan. Ia melintasi tabir-tabir keindahan, kesempurnaan, rahasia, keagungan dan kesatuan. Dibalik itu terdapat tujuhpuluh ribu kelompok malaikat yang bersujud tidak bergerak dan tidak pula diperkenankan meninggalkan tempat.
Kemudian terasa lagi ia membubung ke atas ke tempat Yang Maha Tinggi. Terpesona sekali ia. Tiba-tiba bumi dan langit menjadi satu, hampir-hampir tak dapat lagi ia melihatnya, seolah-olah sudah hilang tertelan. Keduanya tampak hanya sebesar biji-bijian di tengah-tengah ladang yang membentang luas.
Begitu seharusnya manusia itu, di hadapan Raja semesta alam.
Kemudian lagi ia sudah berada di hadapan 'Arsy, sudah dekat sekali. Ia sudah dapat melihat Tuhan dengan persepsinya, dan melihat segalanya yang tidak dapat dilukiskan dengan lidah, di luar jangkauan otak manusia akan dapat menangkapnya. Maha Agung Tuhan mengulurkan sebelah tanganNya di dada Muhammad dan yang sebelah lagi di bahunya. Ketika itu Nabi merasakan kesejukan di tulang punggungnya. Kemudian rasa tenang, damai, lalu fana ke dalam Diri Tuhan yang terasa membawa kenikmatan.
Sesudah berbicara... Tuhan memerintahkan hambaNya itu supaya setiap Muslim setiap hari sembahyang limapuluh kali. Begitu Muhammad kembali turun dari langit, ia bertemu dengan Musa. Musa berkata kepadanya:
Bagaimana kauharapkan pengikut-pengikutmu akan dapat melakukan salat limapuluh kali tiap hari? Sebelum engkau aku sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap anak-anak Israil sejauh yang dapat kulakukan. Percayalah dan kembali kepada Tuhan, minta supaya dikurangi jumlah sembahyang itu.
Muhammadpun kembali. Jumlah sembahyang juga lalu dikurangi menjadi empatpuluh. Tetapi Musa menganggap itu masih di luar kemampuan orang. Disuruhnya lagi Nabi penggantinya itu berkali-kali kembali kepada Tuhan sehingga berakhir dengan ketentuan yang lima kali.
Sekarang Jibril membawa Nabi mengunjungi surga yang sudah disediakan sesudah hari kebangkitan, bagi mereka yang teguh iman. Kemudian Muhammad kembali dengan tangga itu ke bumi. Buraqpun dilepaskan. Lalu ia kembali dari Baitul-Maqdis ke Mekah naik hewan bersayap". (Hayatu Muhammad – M. Husein Haikal).
Peristiwa luar biasa ini membuat bingung banyak orang, bahkan oleh para sahabat sendiri. Kaum kafir mengolok-olok, sementara beberapa sahabat ragu-ragu. Muhammad Husein Haikal menulis bahwa orang-orang Arab penduduk Mekah menanggapinya secara kasat mata. Perjalanan kafilah yang terus-menerus antara Mekah-Syam memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Apakah mungkin Muhammad hanya satu malam saja pergi-pulang ke Mekah?! Mereka yang masih menyangsikan hal ini lalu mendatangi Abu Bakar dan keterangan yang diberikan Muhammad itu dijadikan bahan pembicaraan.
"Kalian berdusta," kata Abu Bakar.
"Sungguh," kata mereka. "Dia di mesjid sedang bicara dengan orang banyak."
"Dan kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakar lagi, "tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan."
Abu Bakar lalu mendatangi Nabi dan mendengarkan ia melukiskan Baitul Maqdis. Kebetulan Abu Bakar sudah pernah berkunjung ke kota itu.
Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata: "Rasulullah, saya percaya."
Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakar dengan "As-shiddiq" (Sang pembenar).
Ya, Abu Bakar percaya karena ada kekuatan lain yang tak bisa ditembus oleh panca-indera kita yang tak berarti apa-apa dibanding kekuatan sang Khaliq itu. Bahkan, ketika di zaman itu tak ada seorang Marconi yang telah menemukan arus listrik tertentu dari kapalnya yang telah berlabuh di Venesia. Dengan suatu kekuatan gelombang ether, arus listrik itu telah dapat menerangi kota Sydney di Australia. Begitupula sains telah membuktikan kebenaran teori telepati, transmisi suara di atas gelombang ether dengan radio, mesin transmisi faksimili dan teleprinter. Dengan teknologi modern seperti itu manusia dapat menikmati komunikasi dan informasi dari berbagai media. Bahkan, manusia dapat melakukan konferensi jarak jauh (telekonferensi) dengan kualitas audio dan gambar yang nyaris sama dengan wujud aslinya (riil) di saat yang bersamaan. Dan Abu Bakar membenarkan, 14 abad sebelum ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menyingkap fakta ilmiah dibalik peristiwa Isra-Mi'raj itu. Muhammad, Abu Bakar dan umat beriman di seluruh dunia tidak lagi menyangsikan sesuatu kekuatan yang diberikan Allah Maha Penggenggam alam mayapada kepada Nabi yang ma'shum dari dusta, Muhammad.
Nampaknya kita bisa memetik hikmah dari perjalanan spiritual Nabi tersebut, yakni tentang pencapaian segala sesuatu musti "dimulai dari titik nol menuju anak tangga yang tertinggi" (QS. 84:19), dari tangga estafeta terkecil (zero mind process) sebelum mencapai anak tangga terakhir (total action): diawali dengan syahadat yang menjadi pusat mission statement, membulatkan tekad, membangun visi, menciptakan wawasan, men-transformasi visi, serta komitmen total. Setelah itu barulah sholat yang mensimulasi kita untuk tetap khusyu (konsisten) dalam tugas, membangun pengalaman positif, serta mampu mengasah semua prinsip kehidupan kita. Kemudian tugas mulia itu diantisipasi dengan puasa sebagai kendali diri dari sikap hidup kolusi, korupsi, nepotisme dan naluri hewaniah lainnya sebagai sumber peningkatan kecakapan emosi secara fisiologis. Setelah ikrar, sholat dan media kekang yang bernama puasa itu, lalu ada zakat yang dapat membangun landasan kooperatif dan mampu menginvestasi kepercayaan, komitmen, kredibilitas, keterbukaan, empati dan kompromi. Setelah keempat itu usai kita lakukan dan sanggup menjalani semangat keberagamaan, satu fase terakhir tengah menunggu yaitu ibadah haji sebagai total action kemusliman kita. Wallahu a''lam.
 

By Taufik Munir ( http://religiusta.multiply.com/journal/item/5 )


25 April 2009

Surga (Dutch Language) ^_^

Posted On 19.13 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar


Perlu diemutkeun, yen salami urang sadaya hirup di dunya sok ngalaman kani’matan sareng sakepung kasusah atanapi kanyeri. Iyeu dua kajadian karasos ku sadaya jalmi, malah aya anu kenging kauntungan anu luar biasa sareng aya nu kenging kanyeri, kasusah anu luar biasa deui. Tah ieu kasenanganm kabeungharan, kabungahan, anu karaos ku sadaya mahluk upami dikumpulkeun mung sapersaratusna tina nikmat anu didamel ku Gusti Allah, nya kitu deui kasusah, kanyeri upami dikumpukeun sadayana mung sapersaratusna tina kanyeri anu didamel ku Gusti Allah. Padahal ku narima kana kani’matan tempo-tempo jalmi teh sok dugi ka hilap, nya kitu deui upami kenging kanyeri anu luar biasa sok dugi ka henteu eling.

Dawuhan Kanjeng Nabi Muhammad SAW:

Saestuna Gusti Allah parantos ngadamel rohmat dina dintenan ngadamelna 100 rahmat, anu 99 rohmat disimpen di Mantenna (keur ahli surga), anu sahiji dilepaskeun keur sadaya makhluk-Na (di dunya). (HR. Bukhari-Muslim).

Ku margi kitu, pisakumahaeun nikmatna di surga teh anu 99 deui dipasihkeun ka ahli surga, tangtos mangrebu-rebu tikel kani’matan dunya, sawangsulna siksaana-Na oge mangrebu-rebu tikel tina kasangsaraan atawa kanyeri dunya.

Dawuhan Allah ngeunaan kani’matan surga:

Mereka tidak menunggu kecuali kedatangan hari kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya. Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.

"Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari Ini dan tidak pula kamu bersedih hati.

(yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan". Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya". Dan Itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebahagiannya kamu makan. (QS. Al-Zukhruf: 66-73).


Dawuhan Kangjeng Nabi urang sadaya kiyeu: “Ahli surga teh dahar-leueut, ngan maranehna tara kiih atawa ngising, tara lehoan jeung tara nyiduh, lisanna salawasna muji ka Allah jeung maraca tasbeh dina tiap ambekanana. Kadaharanana seep diserep ku padaharanana jeung kesangna seungit lir ibarat minyak kasturi.”


Para pembaca anu marulya,

Tah iyeu sapalih tina kani’matan surga. Kumaha ari siksa naraka?

Dawuhan Allah SWT:

“Saeunyana naraka jahannam teh disadiakeun keur tempat jalma-jalma anu ngaraco. Naraka jahanam aya tujuh panto, satiap panto keur golongan anu geus di tangtukeun ti antara maranehanana.” (QS. Al-Hijr: 43-45)

Ari 7 panto teh nyaeta:

  1. neraka jahanam, pikeun tempat jalma mu’min anu maksiat (ayana dina pang luhurna)
  2. naraka Ladzo, pikeun tempat kaom Yahudi.
  3. Naraka Huthomah, pikeun tempat kaom Nasrani
  4. Naraka Sa’ir, pikeun tempat kaom Sabi’un (nu nyarembah bentang)
  5. Naraka Saqor, pikeun tempat kaom Majusi
  6. Naraka Jahim, pikeun tempat kaom musyrikin
  7. Naraka Hawiyah, pikeun tempat kaom munafek.

Tujuh rupa tingkatan naraka teh, ku sabab dosa tujuh rupa anggahota, nya eta: 1. panon, 2. ceuli, 3. sungut, 4. beuteung, 5. parji (kemaluan), 6. leungeun, 7. suku. Kitu numutkeun tafsir Ruhul-Bayan kaca 470 juz. IV.

Peryogi kauninga yen prosentase calon ahli surga teh tina sarebu jalmi mung saurang, anu 999 jalmi deui calon ahli naraka, kitu numutkeun pidawuh Kangjeng Nabi SAW. Janten kani’matan sawarga teh upami dihubungkeun sareng Hadis Bukhori-Muslim tadi di luhur aya 99x999 nikmat dunya =109.901 ni’mat dunya. Mangga bayangkeun! Kani’matan dunya oge sakieu karaosna ku urang, upami dipundut umur ku Pangeran panuhun heula, margi betah keneh, komo kani’matan sawarga mah anu seueurna =109.901 kani’matan dunya. [TM]


12 Maret 2009

Patut Kita Renungkan

Posted On 00.16 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Rahasia Kecerdasan Orang Yahudi

(Artikel Dr. Stephen Carr Leon)

 

Patut menjadi renungan bersama. Stephen menulis dari pengamatan langsung. Setelah berada 3 tahun di Israel karena menjalani housemanship dibeberapa rumah sakit di sana. Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan tesisnya, yaitu, "Mengapa Yahudi Pintar?" Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke California, terlintas di benaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar? Kenapa tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri? Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk Phd-nya. Sekadar untuk Anda ketahui, tesis ini memakan waktu hampir delapan tahun. Karena harus mengumpulkan data-data yang setepat mungkin. Marilah kita mulai dengan persiapan awal melahirkan. Di Israel, setelah mengetahui sang ibu sedang mengandung, sang ibu akan sering menyanyi dan bermain piano. Si ibu dan bapak akan membeli buku matematika dan menyelesaikan soal bersama suami. Stephen sungguh heran karena temannya yang mengandung sering membawa buku matematika dan bertanya beberapa soal yang tak dapat diselesaikan. Kebetulan Stephen suka matematika. Stephen bertanya, "Apakah ini untuk anak kamu?" Dia menjawab, "Iya, ini untuk anak saya yang masih di kandungan, saya sedang melatih otaknya, semoga ia menjadi jenius." Hal ini membuat Stephen tertarik untuk mengikut terus perkembangannya. Kembali ke matematika tadi, tanpa merasa jenuh si calon ibu mengerjakan latihan matematika sampai genap melahirkan.

Hal lain yang Stephen perhatikan adalah cara makan. Sejak awal mengandung dia suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu. Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang- kacangan. Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandungi kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan penumbuhan otak anak didalam kandungan. Ini adalah adat orang orang Yahudi ketika mengandung. menjadi semacam kewajiban untuk ibu yang sedang mengandung mengonsumsi pil minyak ikan. Ketika diundang untuk makan malam bersama orang orang Yahudi.. Begitu Stephen menceritakan, "Perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet)," ungkapnya. Biasanya kalau sudah ada ikan, tidak ada daging. Ikan dan daging tidak ada bersama di satu meja. Menurut keluarga Yahudi, campuran daging dan ikan tak bagus dimakan bersama. Salad dan kacang, harus, terutama kacang badam. Uniknya, mereka akan makan buah buahan dahulu sebelum hidangan utama. Jangan terperanjat jika Anda diundang ke rumah Yahudi Anda akan dihidangkan buah buahan dahulu. Menurut mereka, dengan memakan hidangan kabohidrat (nasi atau roti) dahulu kemudian buah buahan, ini akan menyebabkan kita merasa ngantuk. Akibatnya lemah dan payah untuk memahami pelajaran di sekolah.

Di Israel, merokok adalah tabu, apabila Anda diundang makan dirumah Yahudi, jangan sekali kali merokok. Tanpa sungkan mereka akan menyuruh Anda keluar dari rumah mereka. Menyuruh Anda merokok di luar rumah mereka. Menurut ilmuwan di Universitas Israel, penelitian menunjukkan nikotin dapat merusakkan sel utama pada otak manusia dan akan melekat pada gen. Artinya, keturunan perokok bakal membawa generasi yang cacat otak ( bodoh). Suatu penemuan yang dari saintis gen dan DNA Israel. Perhatian Stephen selanjutnya adalah mengunjungi anak-anak Yahudi. Mereka sangat memperhatikan makanan, makanan awal adalah buah buahan bersama kacang badam, diikuti dengan menelan pil minyak ikan (code oil lever). Dalam pengamatan Stephen, anak-anak Yahudi sungguh cerdas. Rata rata mereka memahami tiga bahasa, Hebrew, Arab dan Inggris. Sejak kecil mereka telah dilatih bermain piano dan biola. Ini adalah suatu kewajiban. Menurut mereka bermain musik dan memahami not dapat meningkatkan IQ. Sudah tentu bakal menjadikan anak pintar. Ini menurut saintis Yahudi, hentakan musik dapat merangsang otak. Tak heran banyak pakar musik dari kaum Yahudi. Seterusnya di kelas 1 hingga 6, anak anak Yahudi akan diajar matematika berbasis perniagaan. Pelajaran IPA sangat diutamakan. Di dalam pengamatan Stephen, "Perbandingan dengan anak anak di California, dalam tingkat IQ-nya bisa saya katakan 6 tahun kebelakang!! !" katanya.

Segala pelajaran akan dengan mudah di tangkap oleh anak Yahudi. Selain dari pelajaran tadi olahraga juga menjadi kewajiban bagi mereka. Olahraga yang diutamakan adalah memanah, menembak dan berlari. Menurut teman Yahudi-nya Stephen, memanah dan menembak dapat melatih otak fokus.. Disamping itu menembak bagian dari persiapan untuk membela negara. Selanjutnya perhatian Stephen ke sekolah tinggi (menengah). Di sini murid-murid digojlok dengan pelajaran sains. Mereka didorong untuk menciptakan produk. Meski proyek mereka kadangkala kelihatannya lucu dan memboroskan, tetap diteliti dengan serius. Apa lagi kalau yang diteliti itu berupa senjata, medis dan teknik. Ide itu akan dibawa ke jenjang lebih tinggi.

Satu lagi yg di beri keutamaan ialah fakultas ekonomi. Saya sungguh terperanjat melihat mereka begitu agresif dan seriusnya mereka belajar ekonomi. Diakhir tahun diuniversitas, mahasiswa diharuskan mengerjakan proyek. Mereka harus memperaktekkanya. Anda hanya akan lulus jika team Anda (10 pelajar setiap kumpulan) dapat keuntungan sebanyak $US 1 juta! Anda terperanjat? Itulah kenyataannya. Kesimpulan, pada teori Stephen adalah, melahirkan anak dan keturunan yang cerdas adalah keharusan. Tentunya bukan perkara yang bisa diselesaikan semalaman. Perlu proses, melewati beberapa generasi mungkin?

Kabar lain tentang bagaimana pendidikan anak adalah dari saudara kita di Palestina.

Mengapa Israel mengincar anak-anak Palestina?

Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza. Seperti yang kita ketahui, setelah lewat tiga minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 1300 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak. Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka. Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Ismali Haniya, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz al-Quran. Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. "Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?" demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi. Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan al-Qur'an. Tak ada main Play Station atau game bagi mereka. Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid. Perang panjang dengan Yahudi akan berlanjut entah sampai berapa generasi lagi. Ini cuma masalah giliran. Sekarang Palestina dan besok bisa jadi Indonesia. Bagaimana perbandingan perhatian pemerintah Indonesia dalam membina generasi penerus dibanding dengan negara tetangganya. Ambil contoh tetangga kita yang terdekat adalah Singapura. Contoh yang penulis ambil sederhana saja, Rokok. Singapura selain menerapkan aturan yang ketat tentang rokok, juga harganya sangat mahal. Benarkah merokok dapat melahirkan generasi "Goblok!" kata Goblok bukan dari penulis, tapi kata itu sendiri dari Stephen Carr Leon sendiri. Dia sudah menemui beberapa bukti menyokong teori ini. "Lihat saja Indonesia," katanya seperti dalam tulisan itu. Jika Anda ke Jakarta, di mana saja Anda berada, dari restoran, teater, kebun bunga hingga ke musium, hidung Anda akan segera mencium bau asak rokok! Berapa harga rokok? Cuma US$ .70cts !!! "Hasilnya? Dengan penduduknya berjumlah jutaan orang berapa banyak universitas? Hasil apakah yang dapat dibanggakan? Teknologi? Jauh sekali. Adakah mereka dapat berbahasa selain dari bahasa mereka sendiri? Mengapa mereka begitu sukar sekali menguasai bahasa Inggris? Ditangga berapakah kedudukan mereka di pertandingan matematika sedunia? Apakah ini bukan akibat merokok? Anda fikirlah sendiri? (Terima kasih Ayu Pangestu atas artikelnya).

 



09 Maret 2009

Hari Lahir Sang Hero

Posted On 17.19 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar


KURANG LEBIH 14 Abad yang lalu seharusnya dunia ini sudah dihancurkan Allah Swt. Betapa tidak! Tidak ada sejengkal tanah pun di atas muka bumi ini kecuali dipenuhi oleh kemaksiatan dan kedurhakaan terhadap Allah. Sementara nama Allah sudah hampir tidak disebut-sebut lagi di belahan bumi manapun.

Romawi yang hebat dan terkenal dengan sistem kerajaannya, nyatanya hanyalah sebuah mesin penindasan yang paling ganas terhadap rakyatnya sendiri. Sistem perpajakannya yang zalim menjadikan seluruh rakyatnya tidak mampu membayar pajak, meski bekerja keras sepanjang tahun. Parsi pula adalah pusat kemaksiatan dan kedurhakaan tiada tara di atas muka bumi ini. Kemusyrikan Majusi bersanding rapat dengan kesombongan dan kemaksiatan yang berpusat pada istana-istana Kisra Parsi sendiri. Sementara India yang musyrik telah menggantikan kedudukan Allah dengan ribuan sembahan. Bahkan binatang seperti sapi, gajah, elang, ularpun mereka jadikan tuhan. Sementara sistem kasta India yang zalim masih dapat kita saksikan sampai zaman kita hari ini. Lalu, bangsa Arab apa kurangnya. Di sana tiada siapa lagi yang dapat mengenal definisi kebenaran. Sebab kosakata itu telah ribuan tahun lamanya tertimbun debu sejarah.

Bukankah tidak salah jika Allah hancurkan bumi saat itu? Allah pernah menghancurkan kaum Aad dan Tsamud dan kaum Luth hanya karena syirik plus satu kedurhakaan? Maka siapa yang dapat menghalangi Allah untuk menghancurkan dunia yang sudah dipenuhi oleh kemusyrikan berbungkus ratusan jenis kedurhakaan! Namun Allah sendiri yang telah menetapkan atas Zat-Nya, rahmat dan kasih sayang. Bahkan Nabi SAW menerangkan bahwa rahmat Allah lebih luas dari kemurkaan-Nya. Maka Allah tidak menghukum manusia atas dosa mereka saat itu. Bahkan sebaliknya diteteskannya ke atas mukabumi yang panas ini setetes embun dari pelimbahan kasih-Nya. Itulah Muhammad SAW. Bulan ini kita mengenang dan mensyukuri kembali peristiwa kelahiran itu. Kelahiran yang mengakibatkan terpadamnya api sembahan di biara-biara Majusi, menggoncangkan istana-istana kisra Parsi serta meruntuhkan puluhan gereja di Buhairah. Kelahiran yang membungkam kesombongan jin Ifrit dan pasukan intelnya, yang pasca kelahiran itu tidak bisa lagi mencuri berita dari langit. Kelahiran yang disambut gembira oleh seluruh makhluk Allah di langit dan di bumi.

Sudah seimbangkah kesyukuran dan kegembiraan kita terhadap kelahiran Nabi Saw dengan kegembiraan Abu Lahab yang terkutuk? Dia yang namanya dikutuk Allah sampai kiamat dalam surah Al-Lahab pernah gembira mendengar kelahiran Rasulullah Saw. Sampai-sampai Tsuwaibah budak Perempuan yang menyampaikan berita itu dimerdekakannya serta merta!

Umat Yahudi yang terbebaskan dari kejaran Firaun pada tanggal 10 Muharam menjabarkan kesyukurannya dengan berpuasa, bersedekah, dan berbuat amal kebajikan pada tanggal itu. Menyaksikan hal tersebut, Rasulullah Saw langsung mengesahkannya sebagai sebuah kesyukuran yang patut pula dilaksanakan oleh umat Islam. Lalu mengapa kegembiraan akan selamatnya seluruh umat manusia dari azab Allah dengan kelahiran Rasulullah Saw tidak boleh diekspresikan dengan memberikan makan fakir miskin, membaca sirah perjalanan hidupnya, bersedekah, dan membuat amal kebajikan pada hari tersebut?

Justru itulah Imam Ibnu Hajar, An-Nawawi dan As-Suyuti bahkan mensunnahkan perayaan Maulid Nabi Saw. Sepengetahuan penulis tidak pernah terdengar seorangpun ulama salaf dari zaman dahulu yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Lucunya orang zaman sekarang justru banyak yang berani membid'ahkan hal ini dengan merujuk pendapat ulama-ulama zaman sekarang.

Tinggalkanlah polemik mengenai itu.

Hari ini, marilah kita mengenang tangisan Rasulullah Saw saat tubuhnya yang suci berlumuran darah dilempari batu oleh penduduk Taif. Dekatkan telinga kita ke bibirnya yang harum saat beliau merintihkan sakitnya kepada Allah seraya berkata: "Duhai Allah, karuniakan petunjuk-Mu pada umatku, karena sesungguhnya mereka belum menyadari."

Hari ini, marilah kita berdiri di sampingnya saat Abu Jahal mencaci maki Rasulullah dan memukul kepala beliau dengan batu hingga berdarah. Duhai.. tinggallah sebentar bersamanya saat Abu Lahab, paman yang tadinya amat menyayanginya, tiada henti menghinanya sebagai orang gila dan tukang sihir. Atau saat Uqbah bin Mu'ith mencabik-cabik baju Nabi Saw dan meludahi wajahnya yang suci? Allahummashalli 'ala sayyidina wa habibina wa mawlana Muhammad, wa 'ala aalihi wa sahbihiajma'in.

Tidak ada yang diharapkan Nabi saat ia menanggung semua penderitaan itu, kecuali agar kita umatnya meyakini ajarannya dan mengikuti sunnah-sunnahnya. Jika kita mengamalkan ajarannya dan melaksanakan sunnahnya, maka benarlah cinta kita kepadanya. Jika sebaliknya.. jangan harap kita dapat melihat wajahnya di duniaini, apalagi di akhirat nanti. Bahkan nauzubillah, beliau tidak akan berkenan memberikan seteguk air pun dari telaga al-Kautsar saat kehausan mencekik leher dan jantung di padang Mahsyar. Padahal seteguk saja air tersebut kita minum dari tangan beliau yang harum, hilanglah dahaga kita sampai masuk kedalam syurga.

Rindu kami padamu Ya Rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu ya Rasul
Serasa dikau di sini.

H.Arsil Ibrahim, MA


21 Februari 2009

Berfikir Matang

Posted On 00.10 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan.
(QS. 28:14).

ALLAH menghendaki sesuatu 'untuk' kita dan menghendaki sesuatu 'dari' kita. Manakala Allah swt menghendaki sesuatu dari dan untuk kita, itu pertanda ada sebab atau faktor-faktor behind-screen, yang, terkadang luput dari perhatian kita. Secara eksplisit al-Quran menyatakan seperti itu:


Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin, serta menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). (QS. 28:5).

Di sini kita lihat beberapa fenomena. Diantaranya,

Pertama, Allah SWT menyuruh ibunda Musa untuk menyusui Musa yang masih bayi itu. Lalu ia pun menyusui Musa agar 'mengumpulkan' air susunya. Namun yang terjadi kemudian Musa tidak pernah menerima air susu siapapun, selain air susu ibunya. Kalau saja Allah swt tidak menyuruhnya menyusui Musa, tentunya lebih baik menyuruh orang lain (baik khadimah/babysitter, atau orang lain) yang menggantikan posisinya. Tapi itu tidak terjadi.

Kedua, sebelum dan sesudah Musa dilahirkan, ibunda Musa dikecam rasa takut luar biasa. Bayangkan, kelahiran bayi laki-laki adalah ancaman mati. Algojo-algojo Firaun siap menebas leher bayi siapa saja yang berjenis kelamin laki-laki. Lalu, Allah swt memberi petunjuk: memerintahkannya untuk menjatuhkannya ke Yamm (lautan lepas), agar sang bayi melanglang, jauh dari jangkauan para intelijen Firaun. (Sekali lagi, ke lautan lepas, bukan ke sungai Nil, apalagi Citarum!). Itu artinya bahwa memang ada rasa takut, sedih, sekaligus 'kelapangan' hati melepas Musa yang masih bayi dan tak mengerti apa-apa. Fakhrurraji, dalam tafsirnya, memberi analisa lebih lanjut:

"ini adalah suatu isyarat tentang keyakinan yang mantap kepada Allah swt. Keyakinan atau tsiqah: adalah salah satu bentuk penyerahan diri secara mutlak". Tidak bersedih akan masa lalu, tidak takut akan masa depan. Risalahlah yang menjadi tujuan utama. Musa sudah masuk 'nominasi' untuk meraih gelar kenabian.

Lalu, Musa mencapai usia akil baligh, beroleh kesempurnaan akal, kearifan dan hikmah. Tentu semua berkaitan dengan hati ibu yang (sekalipun) naluri keibuannya terus dipicu konflik. Komposisi hati tersusun diantara emosi atau rasa, sementara –barangkali- emosinya kontradiksi dengan keputusannya yang tiba-tiba. Maka, binasa sudah langkah establisasi untuk sang anak tercinta, hancur lebur hatinya menghadapi purna kejutan: ketika kecil, sang anak dihantui teror, ketika dewasa dalam bayang-bayang keganasan Firaun.

Tapi Musa tetaplah Musa. Kendati berada dalam asuhan istana sang raja, selain fisiknya kuat, hati dan spiritualitasnya tetap terjaga, tidak terkontaminasi arogansi Firaun, manusia yang mengaku Tuhan itu. Musa tak perlu hidup di zaman ini, yang mengenal agama sebagai "the ultimate thing" doang. Setelah itu, hilang bersama fulus atau hujan Dollar.

Di balik kesempurnaan jasad dan ruh tersebut terkandung hikmah, yaitu, proses permulaan 'pengembalian' (intikas) kepada bentuk asal, seperti dalam firman Allah swt:

Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan mereka kepada kejadian(nya). (QS. 36[Yaasin]:68).

Maksudnya: Kami hentikan, tidak Kami tambahkan lagi kekuatan fisik dan mentalnya, juga tidak Kami kurangi, kecuali para nabi. Dalam pengertian lainnya, Musa as memang tengah berada di usia 'stabil'. Masa mudanya sudah berlalu, akalnya sudah matang, jiwanya sehat, dan inderanya walafiat. Sampai pada batas dimana naluri manusia tidak bisa bertambah lagi, kecuali para nabi.

Begitu juga Musa alaihissalam.

Ini menjadi pelajaran bagi "manusia" sesudahnya: agar memilih target masa panjang dipersenjatai dengan agama, norma dan good morality, yang memungkinkannya meniti anak tangga menuju ke ketinggian martabat.

***
Sekarang timbul pertanyaan. Dalam surah Yusuf ayat 22 disebutkan: Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu, tanpa menyebutkan "…dan sempurna akalnya" (seperti yang tertera dalam surah Al-Qashash mengenai kisah nabi Musa as di atas). Mengapa?

Ahli tafsir memahami bahwa itu untuk menarik perhatian umat Islam sebagai manusia yang memiliki naluri hubbul istithla' (hobi mengeksplorasi), sampai hati kita tenang. Ayat itu juga tidak perlu diperbandingkan, karena wahyu memang berbeda. Wahyu yang diturunkan kepada nabi Yusuf as adalah "wahyu ilham", sementara wahyu untuk Musa as adalah "wahyu risalah". Itu artinya bahwa wahyu risalah diperlukan nadj (kematangan berfikir) dan istiwa (kesempurnaan akal), berbeda dengan wahyu ilham yang tidak memerlukan dua hal tersebut.

Dengan kata lain, Yusuf as tidak perlu sampai menunggu kesempurnaan akal setelah ia mencapai akil baligh. Terbukti, ketika Yusuf dilemparkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, saat itu wahyu turun:

"Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi". (QS. 12:15).

Benar, karena manakala Yusuf bermimpi melihat bintang gemintang, matahari dan bulan bersujud kepadanya, langsung ia ceritakan kepada ayahnya.

Adapun Musa as., saat akil baligh dan berfikir matang, sama sekali tidak melakukan hal tersebut, karena ia sendiri tidak tahu apa yang dikehendakinya kecuali sesudah memasuki usia senja, melewati masa perbudakan, berjalan bersama keluarganya, hingga melihat api di lereng gunung Tursina. Wallahu a'lam. []- Taufiq Munir


20 Februari 2009

Bid'ah itu Indah

Posted On 21.34 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Tidak semua amalan yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW menjadi bid’ah, pelakunya sesat, dan amalan yang dilakukan menjadi bid’ah dholalah (kreatifitas sesat). Tidak semua!

Para ulama, dari dulu sampai saiki, di timur atau barat, wetan atau kulon, bersepakat bahwa ‘hal meninggalkan’ (ATAU tidak melakukan sesuatu) “bukanlah suatu prinsif atau konsep untuk menyimpulkan dalil secara khusus”. Metode yang digunakan oleh para sahabat untuk menetapkan suatu hukum syariat itu menjadi wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram adalah mengikuti prinsif istinbath (penyimpulan hukum) dari dalil berdasarkan pada:

  1. adanya nash dari al-Quran
  2. adanya nash dari Sunnah
  3. konsensus ulama atas suatu hukum (ijma’)
  4. qiyas (silogis)

Para ulama berbeda pendapat pada beberapa kaidah pengambilan dalil untuk menetapkan syariat, antara lain:

  1. Pendapat sahabat
  2. Sadduddzaraa’i (penambal cacat)
  3. Praktik penduduk Madinah
  4. Hadis Mursal
  5. Istihsan
  6. Hadis dhaif, dan prinsif-prinsif lain yang dipandang oleh para ulama. Dalam semua ini tidak tertera, hal ‘meninggalkan’ sebagai sebuah prinsif dalam penetapan hukum.

Dengan demikian, sesuatu yang tidak dilakukan secara tersendiri tidak menunjukkan suatu hukum syariat. Ini adalah kesepakatan diantara kaum Muslimin.

Banyak bukti-bukti pendukung dan atsar dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum bahwa mereka tidak memahami bahwa Nabi SAW meninggalkan suatu perbuatan sebagai dalil diharamkannya perbuatan itu, bahkan tidak juga sebagai sesuatu yang dimakruhkan. Demikianlah yang dipahami oleh para ahli fiqih dari masa ke masa.

Ibnu Hazm menolak pola hujjah (argumentasi) dari mazhab Maliki dan mazhab Hanafi atas pendapat mereka yang menyatakan makruh shalat dua rakaat sebelum Maghrib dengan sebab Abu Bakar, Umar, dan Utsman tidak melakukannya. Beliau menyatakan,

“Ini bukanlah hujjah yang berimplikasi kepada hukum apapun. Pertama, riwayat tersebut munqathi’ (terputus) karena Ibrahim tidak menjumpai masa hidup seorang pun dari mereka yang kami sebutkan. Dia tidak terlahir melainkan dua tahun setelah terbunuhnya Utsman. Kemudian, seandainya shahih pun tetap tak ada hujjah, karena di dalamnya tidak disebutkan bahwa Abu Bakar dan Umar melarang juga tidak memakruhkannya. Kita tidak menyalahi (prinsif) mereka bahwa meninggalkan perkara sunnah itu boleh”.

(Ibnu Hazm, Al-Muhalla bi Al-Atsar, vol. II, hal. 22).

Jadi, Ibnu Hazm tidak ingin menggali lebih dalam fenomena sahabat meninggalkan shalat dua rakaat sebelum Maghrib tidak membawa kepada konotasi hukum apapun sepanjang mereka tidak mengungkapkan secara tegas tentang kemakruhannya.

Inilah prinsif yang ia tempuh terhadap fenomena sahabat yang meninggalkan suatu ibadah. Dan sikap itu jugalah yang ia ambil dalam menghadapi kenyataan bahwa Nabi SAW meninggalkan suatu ibadah yang hukum dasarnya disyariatkan. Dalam kasus shalat dua rakaat setelah ashar, dia berkata,

“Adapun Hadis Ali bin Abu Thalib memang tidak ada hujjah sama sekali di situ, karena di dalamnya tidak ada kecuali bahwa beliau menyampaikan kabar tentang sesuatu yang sudah diketahui. Yaitu, bahwa beliau tidak melihat Rasulullah SAW melakukannya (dua rakaat setelah ashar). Dia benar dalam perkataannya. Dan tidak disebutkan pelarangan atau kemakruhan tentang hal itu. [Dan tidaklah] Nabi SAW melakukan puasa satu bulan penuh selain Ramadhan; ini tidak menyatakan pasti makruhnya puasa (sunnah satu bulan penuh).”

(Ibnu Hazm, Al-Muhalla bi Al-Atsar, vol. II, hal. 36).

Demikian, dia memahami kenyataan Nabi SAW meninggalkan puasa satu bulan penuh selain Ramadhan bahwa hal itu tidak menunjukkan haram atau makruh puasa satu bulan penuh selain Ramadhan. Dan, meskipun Nabi SAW tidak melakukannya.

Sangat kuat riwayat yang mengatakan bahwa Nabi saw tidak melakukan khutbah di atas mimbar dan malah memilih berkhutbah di atas batang kurma. Namun para sahabat tidak memahami bahwa khutbah di atas mimbar itu bid’ah atau pun haram. Malah mereka justeru berinisiatif membuatkan mimbar untuk beliau.*) Tentulah para sahabat tidak mungkin akan melakukan suatu perbuatan yang diharamkan oleh Nabi SAW. Kesimpulannya, dapat dipahami bahwa mereka tidak memandang bahwa melakukan suatu perbuatan yang telah ditinggalkan Nabi itu sebagai perkara bid’ah.

Contoh lain. Nabi SAW tidak melakukan pengucapan berikut dalam shalat setelah mengangkat kepala dari ruku’:

Robbana wa lakal hamdu hamdan katsiira.... (dst).

---Tuhanku, segala puji bagi-Mu dengan pujian berlimpah ruah..

Sahabat yang membaca doa tersebut sadar bahwa Nabi saw tidak mengamalkan doa tersebut dalam shalatnya. Namun sahabat juga memahami bahwa keengganan Nabi mengerjakannya tidak menjadikan hal itu terlarang. Jika Nabi melarangnya tentulah hal itu menjadi haram hukumnya. Lalu bagaimana mungkin Nabi SAW membiarkan seorang sahabat mengamalkannya jika Beliau meyakini keharamannya?!

Nabi saw tidak menyindir atau menegurnya atas sikap tersebut. Beliau, misalnya, tidak mengatakan “kamu bagus, tapi jangan ulangi!”, atau melarang sahabat tersebut mengarang doa-doa yang lain di dalam shalat. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak baik menunda sebuah penjelasan sampai melewati waktu diperlukannya penjelasan itu.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Rifa’ah bin Rafi’ Azzarqani; dia berkata,

“Suatu hari kami melaksanakan shalat di belakang Nabi Saw ketika beliau mengangkat kepala dari ruku’, seraya berkata, “Sami’allahu liman hamidah”. Seseorang di belakangnya berkata, “Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, pujian yang banyak lagi diberkati”. Setelah shalat selesai, beliau bertanya, “siapa orang yang mengucapkan (doa tadi)?”. Dia menjawab, “Saya”. Beliau bersabda, “Aku melihat lebih dari 30 malaikat bergegas (menyambutnya); siapa diantara mereka yang pertama menuliskan (pahala).” **)

Sayyidina Bilal Ra tidak memahami kenyataan Nabi saw meninggalkan shalat dua rakaat setelah berwudhu bahwa perkara itu tidak boleh, bahkan dia melakukannya dan tidak memberitahu Nabi saw, justeru Nabi Saw yang bertanya kepadanya, “wahai Bilal, sampaikanlah kepadaku tentang amal yang paling diharapkan (diterima) yang kamu praktikkan di dalam Islam. Karena, sesungguhnya aku mendengar suara dua sandalmu di depanku di surga.” Dia menjawab, “Aku tidak mempraktikkan suatu amal yang lebih diharapkan bagiku selain bahwa tiap kali aku berwudhu pada waktu malam atau siang maka aku melakukan shalat dengan wudhu itu semampu aku”.

Dengan demikian kita tahu bahwa shalat setelah berwudhu sudah menjadi sunnah setelah pengakuan Nabi Saw. Akan tetapi, poin di sini adalah pemahaman sahabat terhadap bolehnya membaca doa-doa dan melakukan shalat-shalat pada waktu-waktu yang tidak dilakukan oleh Nabi saw. Kita menyimpulkan dalil dari pemahaman itu bahwa meninggalkan sesuatu tidak mengimplikasikan pelarangan atau kemakruhan. Demikian juga, kita berdalil dengan ketiadaan pengingkaran Nabi terhadap sikap tersebut dan ketiadaan pelarangan para sahabat pada masa selanjutnya.

Dari keterangan-keterangan di atas kita mengetahui bahwa perbuatan meninggalkan suatu amalan oleh Nabi saw, para sahabat, hingga generasi-generasi tiga abad terbaik tidak mengimplikasikan apapun; pengharaman tidak, dan kemakruhan juga tidak, bahkan kedua-duanya pun tidak.

Inilah yang dipahami oleh para sahabat Nabi Saw selama beliau masih hidup. Beliau saw tidak mengingkari pemahaman mereka itu. Demikianlah yang disimpulkan dan dipahami oleh para ulama setelah mereka. Wallahu a'lam.


07 Februari 2009

Tafsir Dakwah

Posted On 01.54 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Wawasan al-Quran tentang Dakwah

dan Amar Ma'ruf - Nahyi Munkar


Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Annahl: 125)

[845] Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)

[217] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran: 110)

Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri". (QS. Al-Ankabut: 46)

[1154] yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim ialah: orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.


[STKIP-DU] Tafsir Kepemimpinan

Posted On 01.29 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Ayat-ayat yang berhubungan dengan Kepemimpinan

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh Telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (QS. Ali Imran: 118)


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi penolong [368] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? (QS. Annisa: 144)

[368] wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pelindung atau penolong.


Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. Annisa: 59)


[STKIP-DU] Tafsir Perubahan Sosial

Posted On 01.09 by Al-Ishlahiyyah 0 komentar

Ayat-ayat yang berhubungan dengan
Perubahan Sosial

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. Al-Ra’d: 11)


[767] bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat Ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat Hafazhah.
[768] Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.


Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)[500]. (QS. Al-An’am: 116)

[500] seperti menghalalkan memakan apa-apa yang Telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa-apa yang Telah dihalalkan Allah, menyatakan bahwa Allah mempunyai anak.


Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (QS. Al-Furqan: 44). []