04 Agustus 2010

Romadoni.... bukan Romadona!


03.01 |

Lima tahun lalu catatan sederhana ini telah diposting di blog lama saya (http://religiusta.multiply.com). Di saat bersamaan saya sempatkan memposting dalam diskusi maya  dan tanggapannya sungguh luar biasa. Karena ide yang berbeda dari mainstream masyarakat kita dalam hal berniat, saudara-saudara kita rame-rame memposting ulang artikel ini. atau  bahkan me-repost dalam blognya masing-masing. Diantara mereka bahkan sampai lupa untuk menyertakan sumber aslinya. Inilah artikel yang ecek-ecek itu:

Tentang Romadhoni, yang bukan Romadhona
oleh: Taufik Munir


Setelah sholat tarawih, atau sehabis sahur banyak diantara kita membaca  

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَان هذِهِ السَّنَة ِللهِ تعالى

sebagian membacanya begini: 

"NAWAITU SHOUMA GHODIN 'AN ADAA'I FARDHI SYAHRI RAMADHAANA HAZIHIS SANATI LILLAHI TA'ALA".

Artinya jelas, yaitu: "ya Allah aku niat puasa esok hari untuk melaksanakan puasa wajib bulan Ramadhan pada tahun ini, karena Allah ta'ala".
 
Apakah ada masalah? Tidak ada. Yang menjadi masalah adalah Nahwu atau tatabahasa yang kita pakai. Mengapa banyak orang membaca "Ramadhana", padahal jelas-jelas RAMADHANA adalah mudhof ilaih (yang ditumpangi). Mudhof ilaih adalah kata yang ditumpangi oleh kata sebelumnya yaitu SYAHRI. Setiap mudhoif ilaih (yang ditumpangi) jelas harus jar (yang ditandai dengan kasrah).

Jadi di sini sangat jelas niat itu harus dirubah lafaznya menjadi: RAMADHANI.
 
"Nawaitu Shouma Ghodin 'An Adaa'i Fardhi Syahri RAMADHAANI Hazihis Sanati Lillahi Ta'ala".

Memang ada yang beralasan bahwa RAMADHANI dibaca RAMADHANA karena RAMADHANI termasuk isim ghair munsharif (kata benda yang tidak menerima tanwin). Mengapa dia menjadi isim ghair munsharif sehingga tidak bisa menerima tanwin? Karena dia alami dan ziyadah alif-nun (kata benda dan mendapat tambahan dua huruf yaitu alif dan nun).

Saya kira alasan itu tidak kuat, karena Ramadhani tadi di-idhofatkan pula pada lafaz sesudahnya, yaitu HAZIHIS SANATI. Karena di sini sudah tidak ada faktor (illat) yang mengharuskan dibaca fathah, maka alasan itupun gugur. Artinya, lafaz itu sudah tidak lagi musti dibaca fathah ketika diidofatkan. Jadi, yang benar adalah RAMADHANI.

Tapi gak apa-apa apatis fatalistis. Sebodo amat, mau Ramadhana kek, Ramadhani kek, yang penting bukan Maradhona, Madonna, apalagi Maradhoni. :p

# Taufik Munir
http://religiusta.multiply.com/journal/item/89
http://www.zonastudi.co.cc


You Might Also Like :


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Terima kasih atas informasi menarik