Islam telah mengaramkan beberapa perilaku di antaranya yang dapat membahayakan dan tidak mendatangkan manfaat, seperti sihir. Ada juga perilaku yang bertentangan dengan sifat kelaki-lakian seperti mengenakan emas dan sutera bagi laki-laki, atau perilaku yang menunjukkan kemewahan, seperti menggunakan bejana emas dan perak di rumah atau untuk manfaat lain, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan.
Al Qur'an telah menegaskan hukum sihir dan mengkategorikannnya ke dalam kekafiran. Nabi saw sendiri telah memasukkan sihir ke dalam tujuh dosa besar.
Adapun ayat Al Qur'annya adalah firman Allah swt: "Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir) padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia." (Al Baqarah: 102)
Atau; bahwa Nabi Sulaiman telah dituduh menggunakan sihir oleh orang-orang Yahudi, dan ini telah dinafikan oleh Allah. Karena sihir mirip dengan kufur, sementara Sulaiman as tidak kafir. Syeitanlah yang kafir di saat mereka mengajari manusia sihir.
Dalam hal ini ayat al Qur'an mengandung 'Pemalingan sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain dalam pandangan orang yang melihat'. Sihir sama dengan kufur karena seorang penyihir merasa dan meyakini bahwa dia mampu melakukan hal-hal yang luar biasa dan tidak bisa dilakukan oleh siapa pun kecuali Allah ta'ala. Dengan demikian ini mengandung unsur syirik kepada Allah.
Sihir masuk kategori tujuh dosa besar, hal ini telah ditetapkan dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: "Jauhilah tujuh dosa besar yang dapat merusak! Mereka bertanya: Apa saja itu wahai rasulullah? Lalu beliau menjawab: Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling saat pertempuran, dan menuduh perempuan-perempuan mukminat yang suci."
Hadits ini jelas memasukkan sihir ke dalam salah satu dosa-dosa besar, dengan demikian hukumnya haram.
Sedang tentang laki-laki yang mengenakan emas dan sutera maka hukumnya haram, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Nasa'ie yang dianggap shahih oleh Abu Musa al Asy'ari ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Emas dan sutera dihalalkan bagi perempuan umatku dan keduanya diharamkan bagi laki-lakinya."
Hadits ini mengandung bukti jelas akan haramnya laki-laki mengenakan emas dan sutera dan halalnya perempuan mengenakan keduanya.
Sementara tentang penggunaan bejana atau piring emas dan perak untuk segala tujuan yang bermanfaat seperti makan, minum, bersuci dan menyiapkan hidangan untuk tamu dan lain sebagainya, maka hukumnya haram mutlak. Sesuai dengan hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Ummu Salamah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Orang yang minum di cangkir perak sesungguhnya dalam perutnya berkobar api neraka." Atau: dia akan disiksa dan ke dalam perutnya akan dimasukkan api neraka sehingga suaranya akan terdengar keluar.
Dalam riwayat Muslim: "Sesungguhnya orang yang makan atau minum di bejana perak dan emas di dalam perutnya akan berkobar api neraka jahannam." Penyiksaan di neraka jahannam dengan berbagai cara merupakan bukti akan haramnya perbuatan yang menyebabkannya.
Ada lagi hadits lain muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Hudzaifah bin al Yaman ra, dia berkata: "Sesungguhnya Nabi saw melarang kita mengenakan sutera dan diibaj[1], serta minum di bejana emas dan perak. Dan beliau bersabda: Semuanya itu adalah khusus untuk orang-orang kafir di dunia, dan untuk kalian di akhirat kelak."
Dalam riwayat yang termaktub dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, diriwayatkan dari Hudzaifah ra, dia berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: 'Janganlah engkau mengenakan sutera dan diibaj, dan jangan minum dengan cangkir emas dan perak, jangan pula makan dalam nampannya."
Hadits ini dan hadits sebelumnya menegaskan haramnya laki-laki mengenakan sutera karena bertentangan dengan sifat kelaki-lakian dan sama dengan mengikuti tradisi kaum kafir. Hadits juga menunjukkan haramnya makan dan minum dengan menggunakan nampan atau cangkir emas dan perak. Terkecuali jika mengenakan sutera untuk suatu keperluan, seperti karena penyakit gatal-gatal atau saat peperangan maka hal ini dibolehkan.
Al Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya yang hasan dari Anas bin Serin, dia berkata: "Aku tengah bersama Anas bin Malik ra di tengah beberapa orang Majusi, lalu Anas disuguhkan manisan di atas nampan yang terbuat dari perak. Karena itu Anas tidak memakannya. Lalu dikatakan kepada pelayannya: 'Gantilah tempatnya'. Kemudian pelayan itupun mengganti nampannya dengan nampan yang terbuat dari kayu dan menghidangkannya. Anaspun memakannya."
Dalil ini semakna dengan kedua hadits sebelumnya, yaitu menunjukkan haramnya menggunakan bejana emas dan perak untuk makan, minum dan lain sebagainya. Karena mengandung unsur takabbur dan bermewah-mewahan. Kecuali untuk perhiasan perempuan yang terbuat dari emas dan perak dan cincin perak laki-laki yang beratnya kurang dari satu mitsqal (4,45 gram).
Diharamkan juga bagi kaum laki-laki mengenakan pakaian yang telah diolesi za'faran atau 'ashfar. Sesuai dengan hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, dia berkata: "Nabi saw melarang laki-laki memakai za'faran." Atau mengolesi pakaian dan badannya dengan za'faran. Za'faran adalah sejenis tumbuhan berwarna kuning yang biasa digunakan untuk mengolesi pakaian.
Muslim meriwatakan dari Abdullah bin Amr bin al 'Ash ra, dia berkata: "Nabi melihat kedua pakaianku diolesi 'ashfar, lalu beliau berkata: 'Apakah ibumu menyuruhmu melakukan hal itu?' Aku jawab: 'Apakah aku harus mencucinya?' Tapi beliau berkata: 'Bahkan bakarlah keduanya!'
Dalam riwayat lain, beliau bersabda: "Sesungguhnya ini termasuk pakaian orang-orang kafir, maka jangan engkau mengenakannya."
Hadits ini menunjukkan dilarangnya mengenakan pakaian yang diolesi za'faran atau 'asfhar. Larangan ini tentunya mengandung pengharaman menurut pendapat sebagian ulama, atau makruh menurut pendapat sebagian lain. Sebab dilarangnya adalah, bahwa hal ini sama dengan menyerupai perempuan yang biasa berhias dengan za'faran dan 'ashfar tadi. Di samping itu kaum kafir biasa memiliki tradisi mengenakan pakaian ini. Oleh karenanya kita diperintahkan untuk tidak menyerupai mereka. Untuk itu kita mesti mengenakan pakaian khusus orang-orang muslim. Perintah Nabi saw untuk membakar pakaian tersebut tidak lain untuk penegasan larangan tersebut. -- (Taufik Munir)
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar