Saling mencintai, menyayangi dan saling bekerjasama merupakan tujuan dari sebuah komunitas social kecil dan besar dalam Islam. Tujuan ini tidak akan tercapai kecuali dengan kata-kata baik, perrbuatan baik, dan mu'amalah yang mulia. Lebih utama lagi terhadap para wanita, anak-anak, pembantu dan setiap bawahan. Kesemuanya harus diperlakukan dengan baik dan penuh dengan kasih sayang
Menganiaya orang-orang yang dibawah perwalian tersebut diharamkan. Prinsip perwalian mengharuskan adanya rasa cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu tidak diperbolehkan memberi sanksi dan menganiaya seorang wanita, pembantu, anak[1] dan sebagainya yang menjadi tanggung jawab seseorang tanpa sebab yang syar'ie atau melebihi kadar hak pemberian sanksi moral.
Allah swt berfirman: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri." (QS: Annisa: 36).
Dalam ayat ini, Allah swt menggabungkan antara perintah untuk menyembahNya dengan pengharaman berbuat syirik, antara perintah untuk berbuat baik terhadap kedua orang tua, kerabat, tetangga dekat dan jauh, teman seperjalanan atau sepekerjaan, orang yang terhambat perjalanannya dan para pembantu. Dan Allah swt sangat membenci orang-orang yang sombong lagi angkuh.
Ciri-ciri berbuat baik dan sayang terhadap binatang adalah dengan memberinya makan, minum dan meringankan beban bawaannya. Dalam hadits muttafaq alaih diriwayatkan dari Ibn Umar ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: "Seorang wanita bisa disiksa hanya karena seekor kucing yang ia kurung hingga mati, dia akan masuk neraka karena ia tidak memberi makan dan minum saat mengurungnya. Ia juga tidak membiarkannya makan dari serangga-serangga yang ada di tanah."
Ini jelas mengandung perintah yang tegas agar selalu menyayangi binatang, melarang untuk mengurungnya sehingga membuat dia lapar dan haus.
Dalam hadits lain (muttafaq alaih), diriwayatkan dari Ibn Umar ra, bahwasanya: "Dia berjalan melewati anak-anak kecil yang tengah meletakkan seekor burung untuk menjadi sasaran, mereka pun memanahinya. Mereka menyuruh pemilik burung untuk memunguti panah yang tidak mengenai sasaran. Pada saat mereka melihat Ibn Umar, mereka lari berpencar dan menghindar. Ibn Umar pun berteriak: 'Siapa yang melakukan ini? Allah melaknat siapa saja yang melakukan hal ini. Rasulullah saw juga melaknat orang-orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa untuk dijadikan sasaran'."
Hadits ini menunjukkan haramnya mengambil sesuatu yang bernyawa untuk dijadikan sasaran, karena ini adalah penganiayaan tanpa sebab syar'ie yang jelas. Ini juga termasuk dosa besar karena pelakunya akan dilaknat.
Ada hadits lain yang juga menguatkan hal ini. Diriwayatkan dari Anas ra, dia berkata: "Rasulullah saw melarang mengurung binatang untuk dibunuh." Ini larangan yang sangat jelas untuk tidak membunuh binatang dengan mengurung atau menganiayanya.
Di samping berbuat baik terhadap binatang, berbuat baik kepada manusia adalah lebih wajib dan lebih layak. Diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Ali Suwaid bin Muqarrin ra, dia berkata: "Aku memiliki tujuh saudara dari bani Muqarrin. Kami tidak memiliki pembantu kecuali satu orang yang selalu ditampar oleh saudaraku yang paling kecil. Lalu Rasul pun menyuruh kami untuk membebaskannya."
Dalam riwayat lain; "Saudaraku ketujuh".
Hadits ini menunjukkan haramnya menganiaya pembantu atau budak hamba sahaya. Memukulnya atau menamparnya dengan telapak tangan saja cukup menjadi alasan untuk membebaskannya.
Hadits lain yang semakna dengan hadits tadi diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Mas'ud al Badri ra, dia berkata: "Aku memukul hamba sahaya milikku dengan sebuah cemeti. Tiba-tiba aku mendengar suara di belakangku; 'ketahuilah abu Mas'ud!' Aku tidak memahami suara ini karena sedang marah. Pada saat orang itu mendekatiku, ternyata beliau adalah Rasulullah saw, dan beliau berkata: 'Ketahuilah Abu Mas'ud, sesungguhnya Allah lebih mampu (menyiksamu) melebihi kau menyiksa budak ini.' Lalu akupun berkata: 'Setelah ini aku tidak akan memukul orang-orang yang kumiliki lagi'." Dalam riwayat lain; "Cemeti itu jatuh dari tanganku karena wibawa beliau (Rasulullah)."
Dalam riwayat lain juga; "Aku berkata; 'Wahai Rasulullah! Hamba sahaya ini bebas karena Allah.' Lalu beliau berkata: 'Jika engkau tidak melakukannya (membebaskannya) maka engkau akan disentuh atau dilalap api neraka."
Hadits ini mewajibkan berlaku baik dan menyayangi orang-orang yang dimiliki dan pembantu jika mereka tidak berbuat kesalahan dan dosa. Jika mereka berlaku kesalahan dan dosa maka boleh diberi sanksi sesuai dengan besar kesalahan dan dosanya dan dengan cara yang baik.
Hadits yang semakna juga diriwayatkan oleh Muslim dari Ibn Umar ra, bahwa Nabi saw bersabda: "Barangsiapa yang memukul hamba sahayanya sebagai sanksi akibat perbuatannya, atau menamparnya, maka kafaratnya adalah dengan membebaskannya."
Hukum kafarat di sini adalah sunnah dan tidak wajib secara ijma', seperti yang dikatakan oleh Al-Qadhi 'Iyyad.
Demikian juga tidak diperbolehkan untuk menganiaya orang lemah dan orang-orang miskin tanpa hak. Seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dari Hisyam bin Hakim bin Hizam ra, bahwasanya dia melewati orang-orang Anbath (para petani non Arab) di negeri Syam. Mereka semua dijemur dibawah matahari dan kepalanya disiram minyak. Lalu dia berkata: Apa ini? Ada yang berkata bahwa mereka disiksa akibat pajak. Dalam riwayat lain; mereka dikurung akibat tidak membayar jizyah. Lalu Hisyam berkata: Aku bersaksi bahwa aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: Allah akan menyiksa orang-orang yang menganiaya orang lain di dunia." Lalu dia berkunjung ke tempat Amir dan membicarakan hal ini. Amir ini pun memerintahkan untuk membebaskan mereka.
Selain itu, diharamkan memukul binatang dan membuat cap diwajahnya dengan besi panas. Seperti diriwayatkan oleh Mulim dari Ibn Abbas ra dia berkata: "Rasulullah saw melihat seekor keledai yang wajahya diberi cap, beliaupun mengecam hal ini. Lalu berkata: demi Allah, aku tidak memberi cap seekor keledai kecuali di tempat yang paling jauh dari wajah." Akhirnya beliaupun menyuruh untuk mencap keledai di bagian "Ja'irah" (bagian belakang paha). Beliaupun adalah orang yang pertama memberi cap di bagian ini.
Hadits yang semakna dengan hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Ibn Abbas juga, bawa Nabi saw dilalui seekor keledai yang wajahnya telah dicap, lalu beliau berkata: "Allah melaknat orang yang memberinya cap." Dalam riwayat muslim lain: "Rasulullah saw melarang memukul wajah dan memberi cap pada wajah."
Kedua hadits ini menunjukkan haramnya memukul binatang pada bagian wajah dan memberi cap atau tato pada wajahnya. Karena hal ini dapat merusak ciptaan dan mematikan indera. Memukul pada wajah itu lebih haram, baik kepada manusia ataupun binatang. (Taufik Munir)
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar